Catherine Lucey - Bloomberg News
Bloomberg, Presiden Donald Trump pada Minggu (27/4/2025) menyatakan bahwa kebijakan tarif impor besar-besaran yang ia terapkan dapat membantunya menurunkan pajak penghasilan bagi warga yang berpenghasilan kurang dari US$200.000 (sekitar Rp3,3 miliar) per tahun, di tengah meningkatnya kekhawatiran publik terhadap agenda ekonominya.
Trump sebelumnya telah berargumen bahwa pendapatan dari tarif impor dapat menggantikan pajak penghasilan, meskipun para ekonom mempertanyakan klaim tersebut.
“Ketika tarif diberlakukan, pajak penghasilan banyak orang akan berkurang secara signifikan, bahkan mungkin dihapus sepenuhnya. Fokusnya adalah pada orang-orang yang berpenghasilan di bawah US$200.000 per tahun,” kata Trump melalui jejaring sosial Truth Social miliknya pada Minggu (27/04/2025).
Kebijakan tarif Trump telah mengguncang pasar keuangan, memicu kekhawatiran lonjakan harga konsumen di AS, memperingatkan kemungkinan resesi, serta menimbulkan kekhawatiran terhadap status AS sebagai negara tujuan investasi yang aman—kekhawatiran yang dibantah oleh Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam wawancara Minggu kemarin.
“Saya tidak melihat ini sebagai tanda kehilangan kepercayaan,” kata Bessent dalam program This Week di ABC. “Apa pun yang terjadi dalam rentang waktu dua minggu atau satu bulan bisa jadi hanya gangguan statistik atau volatilitas pasar.”
Bessent menambahkan bahwa pemerintahan Trump saat ini tengah “membangun fondasi” untuk meyakinkan investor bahwa pasar obligasi pemerintah AS tetap menjadi yang paling aman di dunia.
Sementara itu, hasil jajak pendapat CBS News yang dirilis Minggu menunjukkan 69% warga AS menilai pemerintahan Trump kurang fokus dalam menurunkan harga-harga. Tingkat kepuasan terhadap kinerja Trump dalam bidang ekonomi turun menjadi 42% dari sebelumnya 51% pada awal Maret.
Trump berencana memperpanjang pemangkasan pajak penghasilan yang disahkan pada 2017 saat masa kepresidenan pertamanya, yang sebagian besar akan berakhir pada akhir 2025.
Ia juga mengusulkan perluasan keringanan pajak, termasuk membebaskan pajak atas tip pekerja dan penghasilan dari Jaminan Sosial, serta memangkas tarif pajak korporasi dari 21% menjadi 15%.
Kesepakatan Dagang
Bessent menyatakan pemerintahan Trump tengah mengupayakan perjanjian dagang bilateral setelah memberlakukan tarif timbal balik kepada banyak negara pada awal April—yang kemudian ditangguhkan selama 90 hari untuk semua negara kecuali China.
Menurut Bessent di ABC, upaya ini melibatkan 17 mitra dagang utama, tidak termasuk China.
“Kami sudah menjalani proses negosiasi selama 90 hari ke depan,” ujarnya. “Beberapa berjalan cukup baik, terutama dengan negara-negara Asia.”
Bessent kembali menegaskan bahwa China pada akhirnya akan dipaksa bernegosiasi karena negara itu dinilai tidak mampu mempertahankan tarif AS yang kini mencapai 145% terhadap barang-barang China.
“Model bisnis mereka bergantung pada penjualan barang murah yang disubsidi ke AS,” kata Bessent. “Jika terjadi penghentian mendadak, maka ekonomi mereka juga akan berhenti mendadak, sehingga mereka mau tidak mau harus bernegosiasi.”
Trump sebelumnya mengatakan bahwa AS sedang berbicara dengan China soal perdagangan, klaim yang dibantah Beijing. Bessent sendiri mengatakan tidak tahu apakah Trump dan Presiden Xi Jinping sudah berbicara langsung.
Ia menyebut telah bertemu rekan-rekan sejawat dari China saat pertemuan pejabat keuangan dunia di Washington pekan lalu, namun pertemuan itu lebih fokus pada isu tradisional seperti stabilitas keuangan dan peringatan dini ekonomi global.
Bessent optimistis ada jalan ke depan untuk pembicaraan dengan China, dimulai dengan “deeskalasi” diikuti “kesepakatan prinsip.”
“Sebuah perjanjian dagang bisa memakan waktu berbulan-bulan, tetapi kesepakatan prinsip dan perilaku baik para mitra dagang dalam mematuhi kesepakatan bisa mencegah tarif naik ke tingkat maksimum,” jelasnya.
Di Kongres, kerangka RUU yang disepakati Partai Republik awal April memungkinkan pemotongan pajak hingga 5,3 triliun dolar AS selama satu dekade. Penasihat perdagangan Trump, Peter Navarro, sempat menyatakan tarif yang dikenakan Trump akan menghasilkan pendapatan lebih besar dari angka itu, walaupun sebagian besar ekonom memproyeksikan hasilnya jauh lebih kecil.
(bbn)