"Ya iyalah [didukung]. Tapi untuk DME-nya, mana hitunganmu? Maksudnya kalau memang tidak positif, tidak bagus, ada dasarnya," ujarnya.
Di sisi lain, dia membeberkan, terdapat sejumlah perusahaan China yang justru menyatakan proyek gasifikasi batu bara menjadi DME tetap ekonomis untuk digarap.
Bahkan, ada perhitungan yang menyatakan tingkat Internal Rate of Return (IRR) atau pengembalian investasi proyek DME berada di kisaran 12%-16%.
"Sudah ada empat perusahaan yang presentasi, mereka kita minta buat pre-FS dan ada poin yang positif. Kalau IRR-nya bagus sampai 16% berarti kan bisa dilaksanakan dong,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PTBA Arsal Ismail menyatakan telah menyiapkan anggaran sekitar Rp300 miliar untuk mengembangkan pilot project hilirisasi batu bara menjadi grafit sintetis.
Biaya proyek pilot tersebut menggunakan kas internal perseroan dan tidak menggunakan bantuan dari Danantara, seperti proyek gasifikasi batu bara DME.
PTBA telah bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam pengembangan artificial graphite dan anode sheet untuk bahan baku baterai ion litium (Li-ion) tersebut.
Peluncuran perdana proyek uji coba itu telah berlangsung di kawasan industri Tanjung Enim pada 15 Juli 2024.
Arsal mengatakan studi kelayakan proyek tersebut akan rampung tahun ini. Selanjutnya, kata Arsal, proyek bisa dilanjutkan pada tahapan pembangunan dan komersialisasi untuk 3 tahun berikutnya.
“Pengembangan batu bara menjadi artificial graphite dan anode sheet itu merupakan wujud komitmen PTBA dalam mendukung kebijakan pemerintah yang mendorong hilirisasi batu bara,” kata Arsal saat konferensi pers Kinerja Keuangan dan Operasional Tahun Buku 2024 PTBA, Senin (14/4/2025).
Di sisi lain, dia berpendapat, hilirisasi batu bara menjadi grafit sintetis lebih ekonomis ketimbang DME. Alasannya, grafit sintetis dapat memperkuat ekosistem baterai kendaraan listrik dengan mengolah batu bara menjadi anoda, komponen dari baterai kendaraan listrik.
Dengan demikian, seluruh komponen baterai kendaraan listrik nantinya 90% berasal dari produk dalam negeri. Jika diharuskan untuk impor, kata Arsal, maka nilainya terbilang kecil.
“Padahal kalau kita sampai artificial graphite cuma sampai lembaran-lembaran, kalau dijual, secara komersil tetap menguntungkan dan pasarnya, berdasarkan analisa kawan-kawan Kemenperin tetap ada dan ada prospek,” imbuhnya.
(mfd/naw)































