Komunikasi yang terbuka dan berimbang menjadi faktor penting untuk menjaga stabilitas serta kepentingan bersama.
Selain membahas isu ekonomi dan perdagangan, menurut dia, kedua belah pihak juga menegaskan kembali komitmen untuk memperkuat kerja sama di bidang kesehatan, terutama dalam mendukung program pengentasan malaria di wilayah Papua.
“Hal ini sejalan program kerja Presiden @prabowo dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, adil, dan merata melalui peningkatan sarana dan prasarana, serta meningkatkan kesejahteraan tenaga kesehatan,” tuturnya.
Tembaga diperdagangkan di level US$9.382,50/ton di London Metal Exchange (LME) hari ini, menguat 0,14% dari hari sebelumnya.
Akhir-akhir ini, permintaan tembaga dari pasar utama dunia tetap stabil kendati dihantam perang dagang antara China dan AS, serta krisis sektor properti di Negeri Panda.
Para pembeli justru memanfaatkan pelemahan harga untuk memborong stok, sementara sejumlah indikator pasar mengisyaratkan kondisi yang masih solid.
“Pasar tembaga tetap berada dalam keseimbangan ketat meski menghadapi tekanan makroekonomi,” kata Xiao Qianjun, Wakil General Manager divisi perdagangan di Jiangxi Copper Co, salah satu smelter terbesar di China, dalam sebuah konferensi industri pekan ini.
Menurut dia, pesanan dari pasar spot justru melonjak tajam setelah harga sempat turun belakangan.
Pasar tembaga global—seperti halnya komoditas industri utama lainnya—dilanda gejolak pada awal 2025. Harga sempat anjlok mendekati US$8.000 per ton pada April.
Situasi menjadi makin kompleks bagi logam yang digunakan sebagai bahan baku pipa, kabel, dan baterai ini.
Di satu sisi, tarif dagang yang luas dapat menekan pertumbuhan dan konsumsi. Di sisi lain, pemerintahan Donald Trump justru membuka peluang kenaikan harga di AS dengan mempertimbangkan pengenaan tarif baru atas impor, yang berpotensi mengalihkan pasokan dari negara lain.
(mfd/wdh)

































