Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Rupiah mungkin akan kembali menghadapi tekanan sejurus dengan kebangkitan lagi indeks dolar AS di pasar global, pasca pernyataan Presiden Donald Trump menangkis anggapan bahwa ia berniat memecat Gubernur Federal Reserve Jerome Powell.

Rupiah hari ini juga akan menunggu hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang akan diumumkan pada siang nanti.

Konsensus pasar masih memperkirakan BI akan kembali menahan bunga acuan di level 5,75% demi menjaga stabilitas rupiah yang sudah melemah 1,75% pada April ini, menjadi mata uang Asia dengan kinerja terburuk sejauh ini.

Lanskap global sejatinya agak lebih baik pasca Trump membantah pernyataan sebelumnya tentang upaya penyingkiran bos bank sentral AS tersebut, yang telah memicu sentimen risk-off di pasar.

Indeks saham di Wall Street bangkit dan surat utang US Treasury membaik. Begitupun indeks dolar AS yang mengukur kekuatan the greenback terhadap enam mata uang utama dunia.

Pasar bahkan bergeming dan melanjutkan belanja, kendati Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 3,3% menjadi 2,8%, akibat pecah perang dagang.

IMF pangkas prakiraan pertumbuhan global karena tarif Trump. (Bloomberg)

Prediksi terbaru IMF itu menjadi yang angka ekspansi PDB dunia terlambat sejak Pandemi Covid-19 dan menjadi yang terburuk kedua sejak 2009. Tahun depan, pertumbuhan ekonomi dunia juga masih melambat di angka 3%, turun 0,3 poin persentase dibanding prediksi sebelumnya. IMF juga menilai, probabilitas Amerika Serikat jatuh dalam resesi mencapai 40% pada tahun ini. 

"Kita memasuki era baru," kata Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas dalam konferensi pers dengan para wartawan. "Sistem ekonomi global yang telah berjalan selama 80 tahun terakhir sedang diatur ulang."

Indeks dolar AS ditutup menguat kemarin dan pagi ini kembali mendekati 100. Kebangkitan lagi dolar AS mungkin akan membatasi gerak mata uang lawannya yang telah 'menikmati' penguatan dalam beberapa hari belakangan. 

Hal itu terlihat di Asia pagi ini. Sebagian besar mata uang tergerus melemah dipimpin oleh baht yang ambles hingga 1,2%. Yen, ringgit, won Korsel serta dolar Singapura dan dolar Hong Kong, kesemuanya melemah. Hanya yuan offshore yang masih menguat terhadap dolar AS pagi ini.

Di pasar offshore, rupiah NDF ditutup melemah di Rp16.884/US$ pada penutupan bursa New York. Rabu pagi ini, rupiah forward bergerak stabil di kisaran tersebut. 

Level rupiah offshore itu tidak jauh dengan posisi penutupan rupiah spot kemarin di Rp16.855/US$, mengindikasikan tekanan mungkin masih akan berlanjut setelah kemarin rupiah juga melemah terkena sentimen global dan regional.

Dalam paparan yang sama, IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi RI menjadi hanya 4,7% pada 2025 dan 2026, lebih rendah dibanding prediksi sebelumnya yang dirilis pada Januari yakni di angka 5,1%.

Itu menjadi kabar pahit melengkapi prediksi yang sudah keluar sebelumnya akan dampak perang dagang terhadap perekonomian domestik. Sebelumnya, Bloomberg Economics juga memperkirakan ekonomi RI hanya akan tumbuh 4,9% pada tahun ini dan tahun 2026, terdampak perang dagang.

Asing mulai belanja

Rupiah bisa berharap dari perbaikan sentimen di pasar domestik. Investor asing terindikasi mengakhiri periode penjualan terlama sejak 2022, dengan mulai berbelanja saham di bursa domestik.

Pada perdagangan Selasa, asing membukukan net buy senilai Rp122,07 miliar, memutus tekanan jual yang telah berlangsung selama 9 hari beruntun di pasar saham RI, terpanjang sejak 2022.

Pada hari ini, Bank Indonesia juga akan mengumumkan kebijakan bunga acuan BI rate. Konsensus yang dihimpun oleh Bloomberg sejauh ini memperkirakan BI akan kembali menahan bunga acuan dilatarbelakangi oleh kebutuhan menjaga stabilitas nilai tukar.

Gubernur Bi, Perry Warjiyo saat konfrensi pers RDG bulan Maret 2025. (Bloomberg Technoz/Dovana Hasiana)

Kondisi rupiah yang rentan menjebol level psikologis Rp17.000/US$ dinilai akan membatasi keberanian BI melonggarkan moneter demi mendukung pertumbuhan domestik yang terlihat mulai terseok.

Mengacu data Bloomberg, sepanjang 2025, rupiah menjadi satu-satunya mata uang di Asia yang melemah terhadap dolar AS dengan penurunan nilai hingga hampir 5% year-to-date dengan hari ini menyentuh Rp16.863/US$ dalam intraday trading hari Selasa. Ironisnya, pelemahan rupiah itu terjadi bahkan ketika indeks dolar AS melemah sampai lebih dari 9% sepanjang tahun ini.

Namun, sebagian kecil ekonom menilai BI perlu memberikan dukungan pada ekonomi domestik agar kembali bangkit.

"Akan sangat bijaksana kalau Bank Indonesia mulai melanjutkan pemotongan suku bunga di bulan April ini, dengan mempertimbangkan potensi perlambatan ekonomi yang muncul, serta sangat rendahnya realisasi inflasi yang saat ini berada di bawah target 2,5+/-1%," kata Fakhrul Fulvian, Chief Economist Trimegah Securities yang memprediksi BI akan memangkas bunga 25 bps, hari ini.

Analisis teknikal

Secara teknikal nilai rupiah berpotensi lanjut melemah menuju area Rp16.900/US$ sampai dengan Rp16.950/US$, dengan mencermati support terkuat rupiah pada Rp17.000/US$.

Sementara trendline terdekat pada time frame daily menjadi resistance psikologis paling potensial kembali pada level Rp16.800/US$. Kemudian, target penguatan optimis lanjutan untuk dapat kembali menguat ke level Rp16.700/US$.

Selama rupiah bertengger di atas Rp16.900/US$ bahkan Rp17.000/US$ usai tertekan, maka masih ada potensi untuk lanjut melemah menyusul pasar offshore sebelumnya hingga Rp17.100/US$.

Sebaliknya apabila terjadi penguatan hingga Rp16.700/US$ dalam tren jangka menengah (Mid-term), maka rupiah berpotensi terus menguat ke Rp16.500/US$.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Rabu 23 April 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

(rui)

No more pages