Logo Bloomberg Technoz

Kritik yang kembali diulang oleh Presiden AS Donald Trump terhadap Gubernur Federal Reserve, bank sentral AS, Jerome Powell telah menempatkan para pelaku pasar dalam situasi yang tidak nyaman.

Para investor memilih keluar dari aset-aset AS dan beralih menyerbu aset aman alias safe haven asset seperti emas dan valuta nondolar AS. Di akun media sosialnya, Trump mengatakan pada hari Senin kemarin, bahwa menurutnya hampir tidak ada inflasi di negeri itu dan sudah waktunya pemotongan suku bunga 'preemptive'.

Bursa saham Asia dibuka merah dari Nikkei Jepang hingga Kospi Korea. Bersamaan dengan pelemahan mata uang di regional.

Analisis teknikal

Secara teknikal nilai rupiah berpotensi kembali akan melemah, mencermati berbagai sentimen yang menekan, dengan target pelemahan kembali menuju level Rp16.850/US$ yang merupakan support pertama. Lalu, target pelemahan kedua akan tertahan di Rp16.900/US$.

Apabila kembali break kedua support kuat tersebut, rupiah berpotensi melemah makin dalam ke level Rp17.000/US$ sebagai support psikologis terkuat.

Jika nilai rupiah terjadi penguatan hari ini, resistance menarik dicermati ada pada level di range Rp16.770/US$ dan selanjutnya Rp16.750/US$ hingga Rp16.700/US$ potensial.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Selasa 22 April 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

Penentuan BI rate

Hari ini, Bank Indonesia memulai pertemuan bulanan untuk menentukan keputusan bunga acuan, BI rate. Hasil konsensus pasar sejauh ini memperkirakan Perry Warjiyo dan kolega akan kembali menahan BI rate di level saat ini yaitu 5,75%.

Namun, konsensus pasar itu tidak bulat. Ada 2 dari 27 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg, yang memperkirakan BI akan memangkas bunga acuan sebesar 25 basis poin pada RDG bulan ini membawa BI rate menjadi 5,50%.

Ekonom Bloomberg Economics Tamara Mast Henderson yang memperkirakan BI akan kembali menahan bunga acuan, menilai, pertimbangan menjaga stabilitas rupiah akan menjadi alasan utama bank sentral memilih 'hold'.

"Sebenarnya BI mencari ruang untuk memangkas bunga acuan demi mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, rupiah sejauh ini menjadi mata uang dengan kinerja lebih buruk dibanding mata uang lain di Asia, hal itu menjadi sebuah tanda bahaya bagi BI untuk bertindak hati-hati," kata Tamara dalam risetnya yang dirilis pagi ini.

Ekonom menilai, pemangkasan bunga acuan yang mengejutkan seperti yang pernah terjadi pada Januari lalu, bisa makin mengganggu stabilitas rupiah.

Sepanjang tahun ini, rupiah sudah melemah 4,2% dan menjadi satu-satunya mata uang Asia yang melemah ketika valuta di kawasan lainnya berhasil menguat.

Pada April saja, rupiah ambles 1,5%, terdalam di Asia dan sempat menjebol level terlemah sepanjang masa dalam intraday trading pada perdagangan awal pasca libur Lebaran akibat sentimen eksternal perang dagang yang memicu gejolak besar di pasar.

Hari ini, Kementerian Keuangan juga akan menggelar lelang rutin Surat Utang Negara (SUN) dengan target perolehan Rp26 triliun. Lelang SUN hari ini menjadi lelang pertama setelah libur panjang Lebaran lalu dan kemungkinan akan banyak diserbu investor, bila berkaca pada gelar lelang sukuk negara (SBSN) pekan lalu.

Kinerja dagang

Sejatinya rupiah cukup mendapatkan dukungan dari capaian kinerja dagang yang melampaui ekspektasi pasar. 

Pada bulan Maret, ekspor RI berhasil naik 3,16%, melampaui perkiraan konsensus yang memprediksi akan ada kontraksi hingga 2,4%. Meski, kinerja ekspor bulan lalu itu jauh lebih rendah dibanding capaian Februari ketika penjualan barang ke luar Indonesia tumbuh hingga 14,05%.

Pada saat yang sama, impor naik 5,34%, sedikit di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan akan ada pertumbuhan 6%. Capaian impor pada bulan Maret tersebut masih lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang hanya tumbuh 2,3%.

Kinerja ekspor dan impor yang sama-sama di luar ekspektasi pasar tersebut, membawa nilai surplus neraca dagang RI pada Maret melejit hingga US$ 4,33 miliar, lebih tinggi dibanding bulan Februari sebesar US$ 3,11 miliar. Angka surplus dagang bulan lalu itu juga melampaui ekspektasi pasar yang semula cuma memperkirakan sebesar US$ 2,86 miliar.

Hanya, menurut penilaian sebagian analis, capaian positif neraca dagang pada Maret yang melampaui ekspektasi itu mungkin hanya sementara saja. Ada indikasi para eksportir menempuh frontloading penjualan ke Amerika Serikat sebelum tarif resiprokal Trump diberlakukan pada Juli nanti. Hal itu pula yang sempat memicu antrian panjang di Pelabuhan Tanjung Priok pada pekan lalu.

Dus, ada potensi kinerja resilien ekspor pada Maret akan tersandung pada April nanti. "Kami perkirakan performa ekspor pada April akan terkontraksi dan nilai surplus dagang akan turun," kata tim analis Mega Capital Sekuritas di antaranya Lionel Priyadi, Muhammad Haikal dalam catatannya.

Meski demikian, torehan kinerja dagang RI pada Maret memberi optimisme secara umum dengan harapan mendukung nilai surplus transaksi berjalan RI antara US$ 1 miliar hingga US$ 1,5 miliar pada kuartal 1-2025 ini, menurut analis.

"Hal itu menyiratkan penurunan tajam posisi defisit neraca berjalan 12 bulan terakhir (TTM) menjadi 0,35% dari PDB. Capaian tersebut bisa mendorong stabilitas rupiah pada kuartal dua tahun ini dengan kisaran pergerakan di Rp16.500-Rp16.900/US$," kata Lionel.

(rui)

No more pages