Pada saat yang sama, impor naik 5,34%, sedikit di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan akan ada pertumbuhan 6%. Capaian impor pada bulan Maret tersebut masih lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang hanya tumbuh 2,3%.
Kinerja ekspor dan impor yang sama-sama di luar ekspektasi pasar tersebut, mengantarkan nilai surplus neraca dagang RI pada Maret melejit hingga US$ 4,33 miliar, lebih tinggi dibanding bulan Februari sebesar US$ 3,11 miliar dan melampaui ekspektasi pasar yang semula cuma memperkirakan sebesar US$ 2,86 milir.
Pergerakan rupiah dan harga saham serta surat utang di pasar domestik hari ini bukan hanya dipengaruhi oleh sentimen data neraca dagang dagang Indonesia.
Lanskap global lebih dominan menyetir pergerakan di mana penguatan rupiah, yang sempat menyentuh Rp16.798/US$ pagi tadi, terutama didorong oleh sentimen pasar global yakni penurunan indeks dolar AS ke level terlemah sejak Maret 2022 silam.
Sementara bursa saham, dipengaruhi juga oleh sentimen pasar global yang cenderung masih bergerak dalam ketidakpastian di mana para investor di pasar keuangan internasional menjauhi aset-aset AS, menyusul perkembangan perang dagang juga ancaman Donald Trump, Presiden AS, terhadap Gubernur Federal Reserve Jerome Powell.
Bursa Asia sampai jelang tengah hari ini kebanyakan bergerak menguat terutama di Korea, China, juga Singapura dan Filipina. Sementara bursa saham di Malaysia, Indonesia, juga Vietnam terpeleset di zona merah.
Dolar AS ditinggalkan
Sejak pembukaan pasar Asia pagi tadi, pergerakan harga aset-aset cenderung volatile dengan animo makin susut untuk aset-aset AS. Sebaliknya, investor global makin bersemangat menyerbu aset yang dinilai lebih aman, yaitu emas serta valuta safe haven seperti yen serta franc Swiss.
The greenback makin kehilangan pamor dengan kejatuhan nilainya dibanding enam mata uang utama dunia, menyentuh level terlemah sejak Maret 2022 silam kini di 98,3.
Pemodal global makin getol menjual dolar AS seiring dengan sinyal terbaru dari Trump bahwa ia menimbang peluang untuk memecat Gubernur Federal Reserve Jerome Powell.
Potensi pemecatan Powell telah mengerosi independensi The Fed. Padahal independensi bank sentral menjadi salah satu alasan pemodal masih bertahan di aset-aset AS.
Sentimen seputar nasib The Fed, bank sentral AS, berikut dampaknya nanti terhadap aset-aset AS, menjadi fokus para investor sehingga untuk sementara mereka makin merapat ke aset safe haven seperti emas dan mata uang utama di luar dolar AS.
"Kami percaya pelemahan dolar AS akan berlanjut. Penyerangan terhadap independensi The Fed makin intensif. Pengakuan bahwa hal ini sedang dipelajari harus ditanggapi sangat serius dan sangat negatif," kata Win Thin, Global Head of Market Strategy di Brown Brothers Harriman & Co. dilansir dari Bloomberg News.
(rui)





























