Apabila kembali menembus kedua resistance tersebut dalam sepekan perdagangan ke depan, rupiah berpotensi menguat lanjutan dengan menuju Rp16.700/US$ sebagai resistance paling potensial.
Jika nilai rupiah terjadi pelemahan hari ini, support menarik dicermati ada pada level Rp16.850/US$ dan selanjutnya Rp16.900/US$ hingga Rp17.000/US$ terkuat.
Penguatan rupiah pagi ini berlangsung selain karena sentimen eksternal, juga didukung oleh indeks saham yang masih hijau setelah libur long weekend.
IHSG dibuka menguat 0,2% dan selanjutnya makin menguat di 6.459 pada pagi ini.
Di pasar surat utang, pergerakan yield SBN bervariasi. SBN dalam rupiah, INDOGB, bergerak naik tipis 1 bps untuk tenor 10Y. Begitu juga tenor 2Y naik 0,7 bps imbal hasilnya.
Sementara itu SBN valas, INDON, hampir semuanya turun yield-nya indikasi ada tekanan beli yang menaikkan harganya. Terutama tenor 3Y, 5Y dan 7Y. Sedangkan tenor 10Y INDON pagi ini masih naik 1,1 bps bersama tenor 30Y yang naik 2,1 bps.
Indeks dolar ambles
Indeks dolar AS pagi ini ambruk ke level terlemah sejak 31 Maret 2022 di posisi 98,62. Kejatuhan indeks yang mengukur kekuatan the greenback, mata uang perdagangan internasional, di level terlemah lebih 3 tahun tersebut, berlangsung ketika dana global menyerbu aset safe haven.
The greenback makin kehilangan pamor dengan kejatuhan nilainya dibanding enam mata uang utama dunia, seperti euro, yen, juga franc Swiss.
Pagi ini, yen melejit kuat 0,8% menjadi yang terkuat di Asia terhadap dolar AS. Analis memperkirakan, yen berpeluang menuju zona penguatan 140. Pagi ini, yen sudah diperdagangan di level 141,04 per dolar AS.
Sementara euro diperdagangankan di level makin kuat di 0,0064 per dolar AS. Begitu juga franc Swiss juga menguat di level 0,0057 per dolar AS.
Pemodal global makin getol menjual dolar AS seiring dengan sinyal terbaru dari Trump bahwa ia menimbang peluang untuk memecat Gubernur Federal Reserve Jerome Powell.
Potensi pemecatan Powell telah mengerosi independensi The Fed. Padahal independensi bank sentral menjadi salah satu alasan pemodal masih bertahan di aset-aset AS.
Sentimen seputar nasib The Fed, bank sentral AS, berikut dampaknya nanti terhadap aset-aset AS, menjadi fokus para investor sehingga untuk sementara mereka makin merapat ke aset safe haven seperti emas dan mata uang utama di luar dolar AS.
"Kami percaya pelemahan dolar AS akan berlanjut. Penyerangan terhadap independensi The Fed makin intensif. Pengakuan bahwa hal ini sedang dipelajari harus ditanggapi sangat serius dan sangat negatif," kata Win Thin, Global Head of Market Strategy di Brown Brothers Harriman & Co. dilansir dari Bloomberg News.
(rui)

































