Logo Bloomberg Technoz

“Ketegangan dagang antara AS dan China semakin memanas, tanpa tanda-tanda negosiasi yang berhasil sejauh ini,” kata Andry Asmoro.

“Kami memperkirakan sentimen risk-off akan semakin kuat di pasar global dalam beberapa hari ke depan, berpotensi menekan pasar saham dan mendorong investor beralih ke aset aman seperti obligasi pemerintah AS dan emas,” tambahnya.

Para analis memperingatkan bahwa eskalasi lebih lanjut dalam perang dagang AS-China bisa berdampak negatif pada arus perdagangan global, memperlambat pertumbuhan dan menambah tekanan terhadap negara berkembang. Indonesia, sebagai eksportir utama komoditas, juga berpotensi terkena imbas melalui pelemahan harga dan permintaan global.

Bank Mandiri menilai pentingnya kewaspadaan terhadap dinamika eksternal yang berkembang cepat ini. Pemerintah dan pelaku pasar perlu terus memantau perkembangan serta menyiapkan strategi mitigasi untuk menjaga stabilitas makroekonomi domestik di tengah gejolak global.

Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas. Pemerintah China mengumumkan kenaikan tarif balasan terhadap barang-barang asal AS menjadi 84%, berlaku mulai 10 April 2025. Langkah ini merupakan respons atas keputusan Presiden Donald Trump yang sebelumnya menaikkan tarif impor China ke 104%, yang juga mulai berlaku pekan ini.

Kementerian Perdagangan China sebelumnya menegaskan kesiapannya untuk “berjuang sampai akhir” apabila AS terus memperketat pembatasan perdagangan. Meski belum merilis daftar produk secara rinci, tarif baru ini diperkirakan akan menyasar berbagai jenis barang asal AS.

(red)

No more pages