Logo Bloomberg Technoz

Alih-alih retaliasi, ia menyebut bahwa pemerintah perlu melakukan pendekatan negosiasi yang dilengkapi dengan reformasi regulasi dalam negeri dan penguatan daya saing produk ekspor.

Lebih lanjut, Telisa menyoroti potensi terjadinya trade diversion dari negara-negara seperti Tiongkok yang kini harus menghadapi hambatan ekspor ke Amerika. Meski begitu, Indonesia belum tentu menjadi tujuan utama peralihan ekspor tersebut.

“Substitusi pasar ekspor dari Amerika biasanya diarahkan ke negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, atau Uni Eropa. Indonesia mungkin menjadi pilihan, tetapi bukan yang utama,” tambahnya.

Pemerintah perlu mengantisipasi kemungkinan masuknya barang impor dalam jumlah besar. Tak hanya itu, menghadapi ini juga diperlukan instrumen pengamanan pasar domestik yang kuat tanpa menciptakan hambatan yang bisa dianggap diskriminatif secara internasional.

Sebagai anggota ASEAN, BRICS, dan G20, Indonesia disebut perlu memaksimalkan jalur diplomasi multilateral untuk merespons dinamika global.

Meski Presiden Trump cenderung mendorong kesepakatan bilateral, langkah kolektif di tingkat kawasan tetap penting untuk menciptakan posisi tawar yang lebih kuat.

“Multilateral diplomacy harus tetap berjalan. Tapi di saat yang sama, pemerintah perlu menyiapkan kebijakan sektoral untuk meningkatkan daya saing industri nasional,” jelasnya.

Sektor-sektor seperti minyak sawit dan tekstil, yang masih memiliki permintaan tinggi di pasar Amerika, dinilai bisa menjadi jembatan untuk menjaga komunikasi dagang tetap terbuka.

“Jangan sampai kebijakan tarif balasan justru membuat ekspor kita makin tertekan. Solusinya ada di negosiasi, reformasi regulasi, dan diversifikasi pasar ekspor,” pungkasnya.

(mef/spt)

No more pages