Penurunan ini dikaitkan dengan melemahnya belanja iklan nasional selama 2024. Meski begitu, kontribusi platform AVOD RCTI+ tetap menjadi penyokong utama dengan menyumbang lebih dari 55% dari total iklan digital MSIN.
Pendapatan dari segmen konten, IP, dan talen naik 10% YoY menjadi Rp1,72 triliun. Kenaikan ini disumbang oleh peningkatan lisensi konten ke platform media global serta ekspansi merchandising dan produk konsumen.
Pertumbuhan moderat di lini konten juga dibarengi dengan naiknya beban langsung sebesar 18% YoY, mencapai Rp2,43 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun volume produksi konten meningkat, efisiensi dari sisi margin belum optimal.
MSIN mencatat EBITDA sebesar Rp760 miliar, naik 22% YoY. Margin EBITDA juga naik dari 21% menjadi 22%, mencerminkan perbaikan struktural dalam efisiensi bisnis.
Superapp Jadi Tulang Punggung
Dua platform utama MSIN, RCTI+ dan Vision+, berhasil mengantongi pendapatan gabungan sebesar Rp1,48 triliun atau naik 11% YoY. Tak hanya itu, keduanya juga menyumbang 43% dari total EBITDA perusahaan, sebuah capaian luar biasa di tengah persaingan ketat industri OTT. Vision+ juga agresif merilis konten orisinil seperti Inul & Adam, Second Account, dan yang akan datang Sugar Daddy.
Menurut laporan Comscore, OTT milik MSIN bahkan menjadi platform streaming video nomor satu di Indonesia pada Januari 2025, dengan pencapaian dua kali lipat dibandingkan pesaing terdekat.
MSIN memang menunjukkan performa keuangan yang kuat pada 2024. Lonjakan laba bersih sebesar 51% bukanlah capaian kecil. Namun, di balik angka tersebut terdapat ketimpangan antar segmen. Pendapatan langganan dan kontribusi superapp terus menjadi motor utama, sementara iklan digital—yang dulu jadi andalan—justru mengalami kontraksi.
Dengan ekspansi konten dan hak siar olahraga hingga 2028, serta proyeksi pendapatan OTT tembus Rp2 triliun pada 2025, MSIN tampaknya siap bertarung di pasar digital yang semakin kompleks.
(red)




























