Logo Bloomberg Technoz

Mengacu pada CME FedWatch, 36% pelaku pasar mengantisipasi skenario kenaikan Fed fund rate (FFR) 25 bps menjadi 5,5% pada bulan Juni.

Dampaknya, imbal hasil (yield) surat utang AS yaitu US Treasury dan surat utang Jeman Bund-10 tahun, masing-masing naik masing-masing 11 bps dan 9 bps menjadi 3,65% dan 2,45% dari posisi Rabu lalu. Indeks dolar AS juga menguat 1% menjadi 103,6.

"Menurut kami, hal ini berpotensi memicu terjadinya koreksi yang cukup signifikan di pasar obligasi domestik. Yield INDOGB 10-tahun dan Rupiah akan melemah hari ini masing-masing ke rentang 6,5%-6,6% dan Rp14.900-Rp15.000/US$," jelas Macro Strategist Samuel Sekuritas Lionel Prayadi, Jumat (19/5/2023).

Dari kacamata teknikal, rupiah berpeluang melanjutkan pelemahan dengan target koreksi menuju area level Rp14.900/US$ sebagai support terkuat nilai rupiah. Bila level itu jebol juga, rupiah bisa semakin terbenam di kisaran Rp14.940/US$.

Adapun level resistance terdekat pada level Rp14.805/US$ dan resistance selanjutnya pada level Rp14.770/US$.

Nilai tukar rupiah ditutup di level Rp14.865/US$ pada penutupan perdagangan Rabu (17/5/2023). Pasar keuangan ditutup pada Kamis kemarin karena hari libur nasional.

Pelemahan rupiah lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal, utamanya dari sinyal perekonomian China yang cenderung mengecewakan pasar, menyusul lemahnya data belanja konsumen dan aktivitas bisnis serta output industri. 

Hari ini, rupiah juga menghadapi sentimen perkembangan isu batas pagu utang Amerika Serikat. Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Kevin McCarthy dan Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer sedang berencana untuk pemungutan suara atau voting beberapa hari mendatang untuk kesepakatan mencegah bencana gagal bayar utang AS.

- Dengan bantuan analisis teknikal dari Muhammad Julian Fadli

(rui/wep)

No more pages