Royalti Kobalt Bisa Lebih Untungkan RI dari Nikel, Ini Alasannya
Redaksi
12 March 2025 15:30

Bloomberg Technoz, Jakarta – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) membeberkan solusi alternatif yang bisa ditempuh pemerintah dalam menerapkan penyesuaian tarif royalti sektor mineral dan batu bara (minerba), tanpa harus mencederai pelaku industri pertambangan nasional.
Menurut Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey, alih-alih menaikkan royalti dengan sistem tarif progresif kepada mineral logam dasar, pemerintah dapat menerapkan royalti baru terhadap mineral-mineral ikutan yang selama ini belum terpapar tarif minerba.
“Mineral ikutan itu ada berbagai macam. Misalnya kobalt, lalu fero [Fe atau besi]. Itu kan ada produknya dan mineral pengikut itu juga punya value. Dia bukan mineral kotor, tetapi punya nilai seperti kobalt yang bisa diolah sebagai bahan baku prekursor katoda untuk baterai NMC [nickel cobalt manganese],” ujar Meidy saat dihubungi, Rabu (12/3/2025).
Di industri baterai, lanjutnya, kobalt sebagai mineral ikutan nikel memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Akan tetapi, selama ini pemerintah hanya menerapkan harga mineral acuan (HMA) kobalt dan belum memperhitungkan formulasi harga untuk bahan baku atau bijihnya.
“Kalau itu bisa dihitung dan dikategorikan sebagai mineral pengikut, kan bisa diterapkan royalti entah 2% atau 10%. Tentu negara kan ada penghasilan tambahan, dan itu angkanya lumayan signifikan karena harga kobalt dua kali lipat [dari harga nikel] walaupun nilai konten kobalt dalam nikel itu hanya 0,1%,” terang Meidy.

































