Logo Bloomberg Technoz

Eko berpendapat, kualitas aset investasi keuangan Indonesia juga sedang mengalami penurunan. Jika target-target jangka pendek dan menengah tidak realistis, maka alih-alih membangun kepercayaan pasar, pemerintah justru membuat investor semakin enggan menyimpan modal di Indonesia. Hal ini terjadi karena ada kesenjangan yang lebar antara target dan realitas ekonominya. 

"Soal pertemuan dengan para pengusaha sembilan naga, di pasar modal mungkin bisa, karena pengusaha kelas kakap tersebut memiliki banyak saham berbagai perusahaan yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia)," kata Eko.

Namun, hal lain yang patut menjadi perhatian Goldman Sachs adalah risiko pelebaran defisit hingga 2.9%. Maka itu, Eko menilai pemerintah memerlukan rencana fiskal yang cermat untuk menjawab keraguan pasar.

Selain itu, pemerintah perlu memperhatikan bahwa hasil efisiensi anggaran negara diarahkan ke belanja produktif yang memiliki dampak cepat, seperti insentif industri atau insentif pangan.

"Kalau dananya untuk ke Danantara, maka tingkat pengembalian hasilnya lebih ke jangka panjang, sementara kebutuhan menjaga defisit di 2,5% sesuai UU APBN butuh cepat," kata Eko.

Di sisi lain, Ekonom Partai Buruh Gede Sandra menyebut dampak dari penurunan peringkat oleh Goldman Sachs dalam jangka pendek akan membuat investor asing yang percaya dengan analisa Goldman akan meninggalkan saham-saham dan surat urang Indonesia.

"Pasar saham akan semakin tertekan dan bunga surat utang akan makin tinggi. Tapi, tenang saja para investor dan lembaga pemeringkat juga sering salah dalam menilai masa depan perekonomian suatu negara," sebutnya kepada Bloomberg Technoz.

Buktinya, pada 2008 silam, Goldman Sachs pernah dipandang sebagai manipulator saham yang menyebabkan terjadinya krisis keuangan di Amerika Serikat. "Jadi rekam jejak membuktikan bahwa Goldman Sach tidak selalu benar," tambahnya.

Dengan demikian, mengembalikan kepercayaan pasar dan investor menjadi tugas penting di pemerintahan Prabowo. Menurut Gede, caranya bisa melalui ekspansi fiskal yang bisa dimanfaatkan untuk peningkatan ekonomi ke angka 8%.

"Bila nanti pertumbuhan ekonomi yang diharapkan benar terjadi, maka lembaga-lembaga asing itu juga berbondong-bondong merevisi penilaiannya terhadap Indonesia. Sehingga merugilah para investor yang pergi sekarang karena tidak bisa mencicipinya manisnya pertumbuhan ekonomi Indonesia," pungkasnya.

(lav)

No more pages