Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Center of Economic and Law Studies (Celios) memberikan empat catatan kepada pemerintah apabila ingin menjadikan gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai salah satu proyek hilirisasi yang akan didanai Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Salah  satunya dengan tidak memberikan tambahan beban ke anggaran subsidi energi.

Direktur Celios Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan hal pertama yang harus diperhatikan pemerintah adalah melakukan seleksi sejak awal terhadap proyek DME batu bara yang akan dibiayai Danantara.

Pemerintah dinilai harus cermat memilih proyek berdasarkan tingkat risiko, sehingga tidak menimbulkan tekanan keuangan pada kemudian hari.

Kedua, Bhima menekankan agar hilirisasi batu bara tidak malah membebani keuangan negara dengan bertambahnya pos subsidi gas untuk proses gasifikasi menjadi DME. 

“Proyek yang didanai tidak boleh menimbulkan konsekuensi penambahan beban APBN, misalnya dalam bentuk subsidi gas di proyek gasifikasi batu bara [DME],” katanya saat dihubungi, Kamis (6/3/2025). 

Coal mine./Bloomberg-Justin Merriman

Ketiga, proyek yang didanai Danantara harus memenuhi prinsip free prior and informed consent (FPIC), yang berarti masyarakat sekitar proyek harus dilibatkan secara aktif, terutama dalam hal pembahasan perizinan proyek.

“Dengan demikian tidak menimbulkan kerugian lingkungan dan ekonomi lokal,” kata Bhima. 

Keempat, proyek tersebut tidak melibatkan politically exposed person (PEP) atau pihak yang memiliki kaitan risiko politik.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan gasifikasi batu bara menjadi DME akan memakan porsi investasi terbesar dari 21 proyek hilirisasi tahap pertama yang akan didanai oleh Danantara.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan nilai investasi gasifikasi batu bara menjadi DME ditaksir mencapai US$11 miliar atau sekitar Rp180,8 triliun dari total investasi untuk 21 proyek hilirisasi tahap pertama yang menembus Rp659,2 triliun.

Tri memerinci proyek hilirisasi dari sektor pertambangan akan mencakup 4 proyek hilirisasi batu bara menjadi DME, 1 proyek hilirisasi besi, 1 proyek hilirisasi alumina, 1 proyek hilirisasi alumunium, 2 proyek hilirisasi tembaga, dan 2 proyek hilirisasi nikel. 

“Paling gede DME. Proyek DME-nya 4, itu [nilai investasinya] sekitar US$ 11 miliar,” ujar Tri ditemui di kantornya, Selasa (4/3/2025).

Tri menyebut hingga kini skema pembiayaan 21 proyek hilirisasi tahap pertama—dengan nilai US$40 miliar atau sekitar Rp659,2 triliun — tersebut belum rampung dibahas pemerintah.

Dia juga memastikan anggaran yang digunakan nantinya berasal dari Danantara. Sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) nantinya juga akan dilibatkan menggarap proyek-proyek tersebut.

“Bukan [dari investor], kita gunakan duit kita sendiri,” tutur Tri. 

Pada era Presiden ke-7 Joko Widodo, proyek strategis nasional (PSN) gasifikasi batu bara menjadi DME memiliki taksiran nilai investasi US$2,1 miliar. Saat itu, proyek ini diharapkan menjadi program mercusuar untuk substitusi impor gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG) yang nilainya mencapai Rp7 triliun per tahun.

Ide gasifikasi batu bara menjadi DME pada awalnya dipasrahkan pemerintah ke PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA), dengan bantuan investasi dari Air Products & Chemical Inc (APCI) asal Amerika Serikat (AS).

Proyek itu sejatinya direncanakan selama 20 tahun di wilayah Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) yang berada di mulut tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatra Selatan. BACBIE akan berada di lokasi yang sama dengan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8.

Dengan mendatangkan investasi asing dari APCI, proyek itu mulanya digadang-gadang sanggup menghasilkan DME sekitar 1,4 juta ton per tahun dengan memanfaatkan 6 juta ton batu bara per tahun. 

Namun, pada medio 2023, APCI hengkang dari proyek tersebut untuk fokus menggarap proyek hidrogen biru di AS. Keputusan hengkang tersebut lantas membuat kelanjutan nasib proyek gasifikasi batu bara menjadi DME terkatung-katung hingga saat ini. 

-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi

(wdh)

No more pages