Logo Bloomberg Technoz

Simon mengonfirmasi bahwa kilang minyak milik perseroan yang berada di bawah pengelolaan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) masih membutuhkan suplai impor crude oil (minyak mentah) dari luar negeri, lantaran produksi minyak mentah di dalam negeri belum mencukupi untuk memenuhi permintaan bahan bakar minyak (BBM) di Tanah Air.

"Dengan demikian kurang lebih ada sekitar 40% kebutuhan kita untuk menambah sumber dari luar Indonesia untuk minyak mentah dan sekitar 42% untuk sumber produk dari luar Indonesia," tutur Simon. 

Simon menegaskan kegiatan pengolahan minyak mentah di Kilang Pertamina Internasional akan terus tetap berjalan untuk memastikan program ketahanan dan ketersediaan energi di tengah masyarakat.

“Dengan demikian ketika kita memberikan prioritas untuk pengolahan dalam negeri, sudah barang tentu untuk ekspor kita dikurangi ataupun tidak ada karena kita pakai dalam negeri.”

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Direktur Utama Pertamina Wiko Migantoro menambahkan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Pertamina didorong untuk meningkatkan kapasitas nasional dalam rangka meningkatkan swasembada energi.

"Semua sektor digerakkan, baik dari sektor hulu di mana kami terlibat dalam kegiatan untuk upaya meningkatkan produksi migas nasional. Tujuannya adalah untuk mengurangi impor crude dari luar negeri," ucap Wiko.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri (Dok. Pertamina)

Ketentuan Baru

Dalam ketentuan yang baru, kata dia, minyak mentah bagian pemerintah juga wajib diolah di kilang milik Pertamina. Dengan demikian, Pertamina turut melakukan upgrading terhadap kilang-kilang minyak miliknya.

Wiko menyebut hingga saat ini yield valuable product atau imbal hasil produk Pertamina sebelumnya berada di angka 75% kini menjadi 82%.

"Artinya range minyak yang bisa menghasilkan produk yang bernilai ketika diolah di kilang kita juga meningkat. Tentu saja ini akan menambah kemampuan kilang menghasilkan produk," imbuh Wiko.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pernah menyatakan pemerintah akan menyetop ekspor minyak mentah bagian negara dan mewajibkan diolah kilang lokal.  

Selain itu, minyak mentah bagian kontraktor yang tidak sesuai spesifikasi juga diminta untuk diolah dan dicampur, sehingga memenuhi standar yang diperlukan untuk konsumsi kilang domestik. Bahlil menyebut kebijakan ini untuk mempercepat tercapainya tujuan swasembada energi.

Kilang Tua

Lain sisi, upaya Indonesia menyetop aliran ekspor minyak mentah guna memacu produksi BBM di dalam negeri dinilai bakal ditantang oleh kondisi banyaknya kilang domestik yang sudah berusia tua.

Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Ardhi Wardhana berpendapat kilang-kilang tua di Indonesia tidak efisien untuk memproduksi dan memenuhi kebutuhan BBM harian di dalam negeri.

“Banyaknya kilang yang tua dan masih belum memadainya kapasitas dan efisiensi kilang untuk memenuhi kebutuhan harian dalam negeri menjadi penyebab rendahnya produktivitas,” kata Ardhi saat dihubungi.

Saat ini, Pertamina mengoperasikan enam kilang, yaitu; Refinery Unit (RU) II Dumai, RU III Plaju, RU IV Cilacap, RU V Balikpapan, RU VI Balongan, dan RU VII Kasim.

Kapasitas terpasang pengolahan minyak mentah kumulatif di enam kilang Pertamina mencapai sebesar 1.031 MBOPD, atau sekitar 90% dari kapasitas pengolahan yang ada di Indonesia.

Sementara itu, Kementerian ESDM mencatat konsumsi BBM di Indonesia mencapai 505 juta barel pada 2023. Sebanyak 49% di antaranya didominasi oleh permintaan dari sektor industri transportasi.

Mengingat tingginya kebutuhan BBM di dalam negeri, Ardhi berpendapat kilang-kilang minyak di dalam negeri membutuhkan perbaikan cepat, terlebih beberapa di antaranya mengalami kerugian akibat kecelakaan kerja atau insiden kebakaran pada rentang 2021—2024.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan ekspor minyak dan gas (migas) turun 31,35%, yaitu dari US$1,5 miliar menjadi US$1,05 miliar pada Januari 2025.

Penurunan ekspor migas disebabkan oleh menurunnya ekspor minyak mentah 69,33% menjadi US$70,9 juta, ekspor hasil minyak turun 14,92% menjadi US$398,6 juta dan ekspor gas alam turun 30,06% menjadi US$587,4 juta.

Secara kumulatif, nilai ekspor migas Indonesia periode Januari—Desember 2024 mencapai US$264,70 miliar atau naik 2,29% dibandingkan dengan periode yang sama 2023.

(mfd/wdh)

No more pages