Logo Bloomberg Technoz

Sementara dari pasar global, ketidakpastian yang meningkat karena perang tarif impor yang dikobarkan oleh Presiden AS Donald Trump, ditambah pernyataan hawkish pejabat Federal Reserve, jelang rilis data inflasi PCE pada Jumat esok, membuat sentimen risk-off menguat. 

Mayoritas valuta Asia terbenam bersama dengan arus jual yang juga meningkat di pasar saham di kawasan.

BI mengintervensi pasar ketika rupiah terperosok ke level terlemah dalam 8 bulan (Graham Crouch/Bloomberg)

Bank investasi global, Goldman Sachs, memperkirakan rupiah akan menjadi mata uang dengan kinerja lebih buruk dibandingkan mata uang Asia lain dalam waktu dekat, dalam riset terbaru yang dirilis hari ini.

Sentimen seputar kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump ditambah arus keluar modal asing yang terus berlangsung, akan menjadi faktor utama yang menyeret kinerja rupiah ke depan, menurut analisis Goldman Sachs, yang dilansir hari ini.

Tekanan yang dialami oleh pasar saham sudah berlangsung sejak beberapa waktu belakangan terutama karena arus jual pemodal asing yang tanpa jeda.

Mengacu data otoritas yang dikompilasi oleh Bloomberg, para pemodal asing telah membukukan net sell senilai US$ 1,05 miliar year-to-date di bursa saham domestik. Dengan kurs dolar AS terakhir, nilai penjualan itu setara dengan Rp17,21 triliun.

Arus keluar menghebat pada Februari ini di mana nilai net sell asing mencapai US$ 821,1 juta atau sekitar Rp13,45 triliun sendiri.

Bank Indonesia terindikasi mengintervensi pasar menahan kejatuhan rupiah. "Kami selalu berada di pasar dengan triple intervention untuk menjaga kepercayaan pasar," kata Edi Susianto, Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia, dilansir dari Bloomberg.

Triple intervention merujuk pada intervensi BI di pasar spot valas, domestic NDF dan pasar surat utang negara.

Survei Bloomberg

Perekonomian Indonesia pada 2025 diperkirakan akan cenderung lesu dengan pertumbuhan hanya 5%, berdasarkan hasil survei Bloomberg terbaru yang dilansir hari ini.

Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia baru berpeluang tumbuh lebih tinggi pada 2026, diperkirakan mencapai 5,10% dan pada 2027 akan mencapai 5,15%.

Prediksi itu merupakan hasil konsensus dari 33 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg selama rentang waktu 21 Februari hingga 26 Februari lalu.

Pada kuartal 1-2025, pertumbuhan ekonomi RI diprediksi akan terkontraksi 0,90% quarter-to-quarter (qtq), lebih buruk dibanding prediksi sebelumnya yang masih memperkirakan akan ada pertumbuhan positif 0,20%.

Pada kuartal 2-2025, ekonomi domestik diperkirakan tumbuh 3,60% qtq, juga lebih tinggi dibanding perkiraan sebelumnya sebesar 2,60%. 

Pada 2025, perekonomian RI juga diperkirakan masih menghadapi risiko resesi. "Potensi terjadinya resesi dalam 12 bulan ke depan mencapai 5%, berdasarkan 7 responden survei," demikian dilansir dari laporan survei.

Beberapa hal yang mempengaruhi kelesuan pertumbuhan ekonomi domestik, menurut salah satu ekonom yang disurvei adalah karena dampak perang dagang yang dikobarkan oleh Presiden AS Donald Trump. Sementara langkah Pemerintahan Prabowo Subianto menggeber realokasi belanja negara, dinilai menjadi tambahan penghadang pertumbuhan ekonomi domestik.

(rui)

No more pages