IHSG menjadi sekian dari Bursa Asia yang menetap di zona merah, index Shenzhen Comp. (China), TW Weighted Index (Taiwan), Kospi (Korea Selatan), SETI (Thailand), Hang Seng (Hong Kong), Shanghai Composite (China), CSI 300 (China), KLCI (Malaysia), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), PSEI (Filipina), dan Straits Times (Singapura), yang melemah dan tertekan masing-masing mencapai 1,38%, 1,04%, 0,93%, 0,87%, 0,64%, 0,61%, 0,49%, 0,31%, 0,23%, 0,20%, dan 0,17%.
Dengan demikian, IHSG adalah indeks dengan pelemahan terdalam dan paling ambles di Asia dan ASEAN, bersanding dengan Bursa Saham China.
Dari dalam negeri, depresiasi rupiah menjadi sentimen negatif bagi IHSG. Di sepanjang perdagangan hari ini, rupiah terus-menerus lesu di hadapan dolar Amerika Serikat.
Pada perdagangan siang di pasar spot, US$ 1 setara dengan Rp16.440. Rupiah melemah 0,43% point-to-point.
Sejak pagi tadi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka langsung drop dalam pembukaan perdagangan pasar spot, Kamis (27/2/2025) melampaui level Rp16.415/US$.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah terus terjerumus turun hingga sempat menyentuh level terlemah di sesi intraday mencapai Rp16.443/US$, sebelum ada di level Rp16.440/US$ siang ini.
Sebagian besar mata uang Asia lain juga tergilas oleh dolar AS sejak pagi tadi dipimpin oleh pelemahan Won Korsel dengan penurunan nilai hingga 0,58%, baht 0,53%, ringgit 0,37%, rupiah 0,37%, lalu rupee 0,21%, dolar Singapura 0,19%.
Adapun Rupiah ditengarai terimbas peningkatan tensi ketidakpastian seputar perang tarif di antara negara-negara besar yang dilontarkan oleh Presiden AS Donald Trump.
Sentimen negatif itu dikombinasikan dengan sinyal hawkish dari pejabat Federal Reserve yang mengikis harapan akan penurunan bunga acuan dalam waktu dekat.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Presiden AS Donald Trump mengumumkan rincian tarif baru, yang memperpanjang tekanan terhadap permintaan aset berisiko di pasar global.
Pernyataan Trump bahwa pemerintahannya akan menerapkan tarif 25% terhadap Uni Eropa, sementara tarif yang sebelumnya diumumkan terhadap Meksiko dan Kanada akan mulai berlaku pada 2 April.
“Perdebatan masih berlanjut apakah presiden akan kembali menunda dan melonggarkan kebijakan ini, atau justru mulai menerapkan retorika yang lebih agresif,” kata Marvin Loh dari State Street.
Terbaru, Presiden Federal Reserve Bank of Atlanta, Raphael Bostic, menegaskan Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebaiknya mempertahankan suku bunga pada level saat ini untuk terus menekan inflasi.
“Kita harus tetap berada di posisi ini,” papar Bostic dalam konferensi perumahan di Atlanta pada Rabu setempat.
Tim Research Phillip Sekuritas dalam risetnya memaparkan, sentimen pasar tertekan oleh ketidakpastian dari kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump dan semakin kuatnya sinyal Ekonomi AS mungkin sedang mengalami perlambatan.
(fad)
































