Penurunan ini terjadi secara luas di berbagai kelompok usia dan tingkat pendapatan. Konsumen semakin pesimis terhadap kondisi pasar tenaga kerja saat ini dan masa depan, serta prospek pendapatan dan bisnis. Persepsi mereka terhadap kondisi keuangan pribadi juga memburuk, sementara jumlah responden yang memperkirakan resesi dalam setahun ke depan mencapai angka tertinggi dalam sembilan bulan terakhir.
“Referensi terhadap inflasi dan harga tetap mendominasi tanggapan konsumen dalam survei ini,” kata Stephanie Guichard, ekonom senior di The Conference Board. “Yang paling menonjol, komentar mengenai pemerintahan saat ini dan kebijakannya menjadi sorotan utama.”
Laporan ini memperkuat survei lain yang menunjukkan bahwa sentimen konsumen dan bisnis terus melemah setelah lonjakan optimisme pasca kemenangan Trump dalam pemilu. Kini, rumah tangga dan perusahaan tampak lebih waspada terhadap kenaikan harga akibat tarif impor, terutama karena tekanan inflasi kembali meningkat dan pasar tenaga kerja mulai melemah.
Beberapa perusahaan juga mulai menyadari perubahan ini.
“Saat ini konsumen merasa bingung,” ujar Scott Baxter, CEO Kontoor Brands Inc, perusahaan yang memproduksi merek jeans Lee dan Wrangler.
“Jika kita menempatkan diri di posisi mereka, mereka khawatir tentang pekerjaan,” lanjutnya dalam panggilan dengan analis pada Selasa (25/02/2025). “Mereka juga khawatir apakah bisnis mereka akan terdampak oleh PHK, tarif impor, atau kondisi ekonomi saat ini.”
Ekspektasi inflasi dalam setahun ke depan meningkat ke level tertinggi sejak Mei 2023. Hal ini mencerminkan lonjakan harga kebutuhan pokok seperti telur, serta potensi kenaikan harga akibat kebijakan tarif Trump. Dalam laporan terpisah dari University of Michigan pekan lalu, ekspektasi inflasi jangka panjang masyarakat AS mencapai level tertinggi dalam hampir tiga dekade.
Pejabat bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed), termasuk Gubernur Jerome Powell, telah mengisyaratkan bahwa suku bunga akan tetap dipertahankan hingga ada kemajuan dalam menekan inflasi. Untuk pertama kalinya sejak Juli, mayoritas responden dalam survei ini memperkirakan suku bunga akan meningkat dalam setahun ke depan.
“Perubahan sikap konsumen pasca-pemilu cenderung bersifat sementara, dengan fokus kembali ke faktor fundamental seperti pekerjaan dan pendapatan,” kata Eliza Winger dari Bloomberg Economics. “Namun, gejolak pasar keuangan baru-baru ini mencerminkan ketidakpastian tentang bagaimana kebijakan pemerintahan Trump akan berdampak pada inflasi, tenaga kerja, dan prospek ekonomi secara keseluruhan.”
Tingginya biaya pinjaman berdampak pada keputusan pembelian barang-barang besar seperti mobil dan peralatan rumah tangga. Selain itu, jumlah konsumen yang berencana berlibur dalam enam bulan ke depan turun ke level terendah sejak April 2021.
Sementara itu, jumlah konsumen yang mengatakan bahwa lapangan kerja saat ini melimpah mengalami sedikit penurunan. Sebaliknya, jumlah yang merasa sulit mendapatkan pekerjaan naik untuk pertama kalinya dalam lima bulan terakhir. Perbedaan antara kedua angka ini — metrik yang banyak digunakan ekonom untuk mengukur kondisi pasar tenaga kerja — terus menyempit selama dua bulan berturut-turut.
(bbn)































