“Presiden Prabowo memandang Danantara sebagai kendaraan strategis untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% dengan mendanai berbagai investasi di proyek-proyek penting seperti di bidang energi terbarukan, manufaktur berteknologi tinggi, dan lumbung pangan (food estate). Danantara ada inisiatif yang berani dan penting, tetapi akan sangat tergantung dari transparansi, bebas unsur politik, dan yang paling penting bisa membawa keuntungan,” jelas riset Algo.
Modal Besar
Modal awal Danantara datang dari ekuitas 7 BUMN tersebut, yang bisa lebih dari Rp 1.000 triliun. Pada 2023, total ekuitas dari BMRI dan kawan-kawan itu mencapai sekitar Rp 1.135 triliun.
Plus, pemerintah juga akan menyuntikkan dana Rp 340 triliun yang berasal dari program penghematan anggaran.
Nantinya, Danantara juga akan mengungkit (leverage) aset-aset BUMN untuk melakukan berbagai jenis pembiayaan. Misalnya penerbitan obligasi, menarik pinjaman, dan berinvestasi di berbagai perusahaan seperti yang dilakukan Sovereign Wealth Fund (SWF) di berbagai negara.
“Pemerintah menargetkan aset Danantara pada 2029 bisa mencapai US$ 982 miliar (Rp 16.006,6 triliun). Danantara akan menjadi lembaga investasi yang kuat,” lanjut riset Algo.
Sebagai awalan, aset Danantara diperkirakan mencapai US$ 600 miliar. Ini akan menjadikan Danantara sebagai 10 besar SWF dengan aset kelolaan terbanyak di dunia.
Bahkan jika mencapai US$ 982 miliar pada 2029, maka Danantara akan menempati peringkat 6 dunia.
“Danantara sepertinya mirip dengan Temasek (Singapura) dan Khazanah (Malaysia) yang awalnya menjadi induk perusahaan-perusahaan milik negara dan nantinya melebarkan investasi mereka. Pada awalnya, Danantara akan berfokus ke investasi di dalam negeri. Namun seiring peningkatan modal, Danantara kemungkinan akan memperluas investasi ke luar negeri,” jelas riset Algo.
Arus Modal Masuk
Sementara itu, Policy Director FTSE Russell, Wanming Du melihat Danantara berpotensi besar tidak hanya dalam memperkuat ekonomi domestik, tetapi juga menjadi pemain global melalui ekspansi investasi ke luar negeri. Kehadirannya diyakini dapat meningkatkan arus masuk Foreign Direct Investment (FDI) ke Indonesia serta berkontribusi terhadap kapitalisasi pasar dan pertumbuhan perusahaan-perusahaan nasional.
“Dukungan terhadap ekonomi domestik sangat penting, tetapi mengkombinasikannya dengan investasi ekuitas luar negeri, seperti di pasar Amerika Serikat (AS), akan menjadi strategi yang menarik,” kata Wanming dalam Bloomberg Technoz Economic Outlook 2025, pekan lalu.
FTSE Russell juga memproyeksikan Danantara akan berfokus pada sektor infrastruktur dan energi terbarukan, yang selaras dengan tren investasi global. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik Indonesia di mata investor asing serta memperkuat bobotnya dalam indeks pasar global.
Adapun JPMorgan menilai keberadaan Danantara bisa menjadi katalis positif untuk pasar modal Tanah Air.
"Jika eksekusinya baik, bisa dilaksanakan dengan baik, dan tim yang baik juga, maka Danantara bisa menjadi nilai tambah bagi Indonesia. Jika Danantara bisa leverage up, misalnya, US$ 1-3 miliar dipakai untuk support pasar modal, baik itu ekuitas, obligasi, maka saya bisa katakan hal itu membantu mendongkrak pertumbuhan ekonomi kita, jadi katalis ke depannya," jelas Henry dalam kesempatan yang sama.
(aji)
































