Bahlil tidak menampik upaya hilirisasi sektor tembaga sedikit terganjal akibat kebakaran fasilitas asam sulfat di smelter katoda tembaga senilai US$3 miliar tersebut pada 14 Oktober 2024.
Usai insiden di pabrik yang berlokasi di Manyar, Gresik, Jawa Timur itu; Freeport mengajukan perpanjangan ekspor konsentrat tembaganya setelah masa berlaku izin sebelumnya habis pada 31 Desember 2024.
“Akan tetapi, saya sudah kasih tahu sama [Direktur Utama] Freeport Tony Wenas. ‘Tony, kita berdua ini kawan. Saya dahulu kuliah beasiswa dari Freeport, sekalipun cuma 3 semester. Jadi gaya-gaya Freeport ini dari zaman saya masih kuliah, sampai saya sudah jadi menteri, kok belum berubah? Masih gaya lama terus,” kata Bahlil di sela Mandiri Investment Forum, Selasa (11/2/2025).
“Jadi saya bilang sama dia, boleh saya kasih izin, tetapi you harus teken kapan perbaikan [smelter] ini selesai. Supaya kita fair. Karena [smelter katoda milik] Amman, di Nusa Tenggara Barat, itu sudah berjalan. Jadi konsentrat tidak ada lagi yang kita ekspor.”
Bahlil memaparkan, jika smelter Freeport di Manyar beroperasi penuh, Indonesia tidak hanya akan mendapatkan manfaat nilai tambah dari penghiliran tembaga menjadi katoda saja, tetapi juga dari emas.
Melalui smelter tersebut, ujarnya, sebanyak 3 juta ton per tahun konsentrat yang diproduksi Freeport di Timika, Papua dapat diolah menjadi katoda sebanyak 900.000 ton secara anual. Perusahaan juga dapat mengolah emas sebanyak 60 ton per tahun.
Sebagai tambahan, smelter milik PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) di Nusa Tenggara Barat (NTB) juga akan menghasilkan 18 ton emas per tahun, disamping mengolah 900.000 ton konsentrat tembaga.
“Jadi ini pertama di Indonesia yang sudah kita lakukan. Ini bagian dari konsekuensi hilirisasi,” tekan Bahlil.
(wdh)






























