Dampak di Luar Jawa
Di sisi lain, pengetatan volume pembelian Solar dipandang akan berdampak terhadap sejumlah wilayah di Indonesia, khususnya di luar Pulau Jawa, akibat perbedaan intensitas konsumsinya.
Menurut Yayan, setiap wilayah tidak bisa disamakan ihwal batas maksimal volume penyaluran Solar. Terkhusus di luar Pulau Jawa, kebutuhan Solar untuk transportasi sungai sangat penting. Misalnya, di Kalimantan dan Papua.
“Walaupun mereka relatif sedikit, karena urgensi penggunaan BBM lebih besar karena tidak ada alternatif moda transportasi,” ujarnya.
Contoh lainnya seperti di wilayah Sungai Kapuas, peran BBM Solar sangat krusial bagi kehidupan masyarakat. Tidak hanya untuk transportasi namun keperluan genset untuk rumah sakit. “Aksesibilitas dan keberlanjutan pasokan,” kata Yayan.
Dia memaparkan jika menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2019 untuk kondisi paling ideal, rumah tangga mengkonsumsi Solar sekitar 300 liter—930 liter per bulan.
Dengan demikian, rata-rata jumlah harian konsumsi Solar mencapai 10 liter per hari. Angka ini sebagian besar digunakan untuk aktivitas produktif.
“Idealnya bisa [dilakukan pengetatan], tetapi harus hati-hati dengan wilayah geografis dan ketersediaan pasokan BBM. Di Jawa, rata-rata pengguna Solar tertinggi ada di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kemungkinan digunakan oleh Rumah Tangga Nelayan seperti di Banten,” ucap dia.
Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan akan melakukan pengetatan batas maksimal volume penyaluran Solar bersubsidi tahun ini. Hal itu dilakukan agar penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengungkapkan aturan pengetatan batas maksimal volume penyaluran Solar bersubsidi akan diterbitkan tahun ini. Dia menilai saat ini batas maksimal volume penyaluran Solar per hari dinilai melebihi kapasitas tangki kendaraan dan berpotensi untuk disalahgunakan.
“Jadi kalau sekarang ini volume Solar itu yang berdasarkan aturan eksisting 60 liter [per hari] untuk kendaraan roda empat. Kemudian 80 liter kendaraan roda enam dan 200 liter itu untuk di atas roda enam,” kata Erika dalam rapat bersama Komisi XII, Senin (10/2/2025).
“Kami menilai bahwa itu terlalu banyak karena itu melebihi kapasitas tankingnya sehingga berpotensi untuk disalahgunakan dan berdasarkan kajian yang kami lakukan bersama dengan tim kajian dari UGM, akan kami lebih perketat untuk volumenya.”
Sepanjang 2024, BPH migas melaporkan volume penyaluran Solar subsidi yang terverifikasi mencapai 17,62 juta kiloliter (kl). Volume ini naik dibandingkan dengan realisasi pada 2023 yang mencapai 17,57 juta kl. Sementara itu, pada 2020 hingga 2024, total penyaluran Solar sebanyak 82,39 juta kl.
(mfd/wdh)
































