Logo Bloomberg Technoz

Dalam waktu tiga bulan soft-launching IASC, total dana kerugian masyarakat mencapai Rp700 miliar. Nilai yang diblokir sekitar Rp100 miliar atau 15% dari total dana kerugian.

Model penipuan yang kerap dilaporkan ke IASC diantaranya adalah modus transaksi belanja online atau jual beli online. Kemudian penipuan berkedok investasi, lalu penipuan untuk mendapatkan hadiah.

“Jadi seringkali misalnya, 'Selamat Anda Mendapatkan Hadiah' tertentu, tetapi untuk pajaknya bisa dibayarkan dulu, misalnya sudah terlanjur transfer. Seperti yang dibilang, untuk pajak misalnya. Padahal itu ternyata penipuan,” ucapnya.

Selanjutnya penipuan melalui sosial media, yakni menggunakan fitur direct message Instagram. Para pelaku modus penipuan ini biasanya telah melakukan profiling terhadap calon korban.

“Jadi mereka bisa tahu nama panggilan kita, terus kita bergerak di bidang apa, apa interes kita, karena semua sangat mudah dicari di sosial media kita. Nah ini juga banyak dilaporkan,” papar dia.

Selanjutnya ada penipuan penawaran pekerjaan, kemudian social engineering, pinjaman online (pinjol) fiktif, pengiriman file aplikasi melalui Whatsapp, dan love scam.

“Ini hati-hati ya, banyak sekali love scam ...yang kemudian orang sudah terlanjur mengirim uang. Merasa punya relationship tertentu dengan orang yang padahal itu fake. Itu banyak sekali,” tutupnya.

4 Syarat Utama Listing Aset Kripto

Kepala Eksekutif Pengawas Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi menyampaikan empat syarat utama terkait listing aset kripto di bursa usai peralihan tugas pengaturan dan pengawasan kripto yang sebelumnya merupakan tanggung jawab dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Hasan mengatakan pengaturan syarat tersebut mengacu pada pasal 8 POJK 27 Tahun 2024 yang harus dipenuhi soal likuiditas transaksi aset kripto.

“Terkait dengan mekanisme listing-nya tadi, kita bisa mengacu kriterianya di pasal 8 POJK 27 Tahun 2024, dimana paling sedikit kriteria utama yang harus dipenuhi selain aspek likuiditas transaksinya,” ucap Hasan.

Syarat pertama adalah aset kripto tersebut harus sudah menggunakan teknologi distributed ledger technology (DLT). Ini merupakan sistem digital yang mencatat transaksi secara desentralisasi dan terdistribusi di berbagai lokasi.

DLT merupakan “buku besar terdistribusi yang dapat diakses setiap saat oleh publik,” ucapnya.

Kedua, aset kripto harus memiliki utilitas dan/atau didukung oleh aset yang memberikan nilai ekonomi, serta manfaat bagi para pengguna.

Ketiga, setidaknya aset kripto harus dapat ditelusuri serta tidak memiliki fitur untuk menyamarkan atau menyembunyikan data kepemilikan dan transaksinya.

Terakhir, aset kripto yang hendak didaftarkan harus melalui penilaian dengan metodologi yang telah ditetapkan oleh bursa kripto Indonesia, yaitu PT Bursa Komoditi Nusantara.

“Tentu dalam hal ini melibatkan juga masukan dari para pedagang sebagai bagian dari ekosistem aset kripto,” ujar Hasan.

Beberapa waktu lalu, Bappebti mengabarkan adanya peningkatan drastis transaksi kripto di Indonesia sejak 2020. Kepala Bappebti Tirta Karma Senjaya mengatakan transaksi kripto pada 2020 hanya mencapai Rp64,9 triliun, kemudian terjadi lonjakan drastis pada tahun 2021 sebesar Rp859,45 triliun.

“2021 kita ketahui semua aset kripto bahkan sampai all time high lain semua bitcoin waktu itu [US$] 60 ribuan. Ethereum juga 4.000. Kemudian beberapa safety lain juga, Solana dan sebagainya mulai naik,” kata Tirta.

(wep)

No more pages