Kebijakan baru ini merupakan terobosan yang "mencerminkan dorongan berkelanjutan dari pihak-pihak berwenang di China untuk mengalihkan sektor energi terbarukan yang sedang berkembang ini dari subsidi," ujar Yan Qin, analis dari ClearBlue Markets, konsultan karbon yang berbasis di Toronto.
Penghasil Emisi Terbesar
China merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia sekaligus operator energi terbarukan terbesar. Kapasitas terpasang energi terbarukan, termasuk angin dan matahari, meningkat menjadi 1.410 gigawatt tahun lalu, sehingga negara ini bisa mencapai target 2030, enam tahun lebih awal.
Namun, meski harga listrik telah turun, pasar belum mampu menyerap semua energi bersih tambahan tersebut. Sementara itu, Pemda ingin menjaga biaya listrik tetap rendah karena negara ini sedang berjuang melawan ekonomi yang melambat.
Dalam pernyataan terpisah, kedua lembaga tersebut mengatakan, perubahan kebijakan ini tidak akan berdampak pada harga yang dibayarkan oleh pelanggan rumah tangga dan pertanian, dan bahwa harga untuk pengguna industri dan komersial tidak akan banyak berubah pada tahun pertama.
Aturan-aturan ini ditujukan untuk menetapkan harga yang lebih fleksibel, tetapi mereka berhati-hati untuk "tidak menaikkan biaya tarif listrik bagi pengguna akhir," kata Qin.
Batas waktu 1 Juni bisa menyebabkan lonjakan pemasangan oleh pengembang yang ingin mempertahankan perlindungan harga yang ada.
Pembayaran berimbang, mekanisme yang mirip dengan kontrak untuk selisih harga di Inggris, akan digunakan untuk memperlancar harga pasar. Jika listrik turun di bawah level yang disepakati, jaringan listrik akan mengganti rugi kekurangannya pada pembangkit listrik. Jika harga melebihi ambang batas tersebut, pembangkit listrik akan membayar kembali selisihnya.
(bbn)