Logo Bloomberg Technoz

Pada perdagangan Senin lalu, mayoritas mata uang Asia memang ambles gara-gara vonis tarif impor 25% oleh Presiden Donald Trump pada Kolombia.

Alhasil, bila menghitung kinerja dalam empat hari terakhir sebenarnya juga terperosok nilainya, meski hari ini bergerak menguat dibanding perdagangan Rabu kemarin.

Mengacu data Bloomberg, dalam empat hari ini, semua mata uang Asia membukukan pelemahan terhadap dolar AS, kecuali yen Jepang dan peso Filipina.

Namun, tetap rupiah jadi yang terlemah dengan penurunan sampai 0,54%.

Di belakang rupiah, ada rupee yang juga kehilangan nilai 0,44%, disusul oleh ringgit 0,39%, dolar Singapura 0,28%, yuan offshore 0,25%, baht 0,20% dan dolar Hong Kong serta yuan Tiongkok turun 0,05%.

Pada periode tersebut, indeks dolar AS menguat 0,4% week-to-date di mana sore ini ada di 107,87. Indeks dolar AS sempat melesat ke 108 dini hari tadi pasca hasil pertemuan bank sentral AS, FOMC Federal Reserve, diumumkan.

Jadi, "Apabila mata uang regional lain juga dibandingkan dengan [level] penutupan pada 24 Januari [Jumat pekan lalu], hampir semuanya melemah," jelas Fitra.

IHSG 'rontok'

Bukan hanya rupiah yang mengalami repricing. Indeks saham juga ikut-ikutan. IHSG sejak pagi langsung dibuka anjlok dan pada penutupan pasar Kamis, indeks saham terhenti di 7.073, mencerminkan pelemahan 1,29% dibanding posisi pekan lalu.

Pelemahan indeks kemungkinan karena mengekor apa yang terjadi di bursa saham global pada Senin yang juga kebanyakan tertekan, setelah indeks saham Wall Street terseret kejatuhan saham Nvidia. 

Kejatuhan Nvidia yang kehilangan nilai pasar hingga lebih dari Rp9.000 triliun itu, karena investor dikejutkan oleh kemunculan DeepSeek, teknologi AI bikinan Tiongkok yang diciptakan dengan modal murah. DeepSeek menjadi alarm bagi investor bahwa mungkin valuasi mereka terhadap saham-saham teknologi AS terlalu berlebihan.

Hari ini, kejatuhan harga saham-saham diperburuk oleh sinyal terbaru yang keluar dari Jerome Powell, Gubernur Federal Reserve, bank sentral AS.

Di tengah harapan akan terjadinya penurunan bunga acuan pada Maret nanti, Powell memupusnya dengan pernyataan yang cenderung hawkish. Yakni, bahwa bank sentral paling berpengaruh di dunia itu, tidak akan terburu memangkas bunga acuan. 

Powell dan kolega memilih menyandarkan kebijakan pada pembacaan data-data ekonomi mendatang dan menerapkan jurus wait and see, termasuk mengevaluasi seperti apa dampak kebijakan-kebijakan Pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump terhadap perekonomian AS secara keseluruhan.

Adapun di pasar surat utang domestik hari ini, pergerakan tenor pendek dan menengah cenderung tertekan harganya. Terindikasi dari kenaikan yield di mana tenor 5Y naik 4,2 bps ke 6,850%. Sedangkan tenor 1Y naik 3,3 bps ke 6,957%.

Sementara tenor lebih panjang, 10Y dan 20Y masing-masing mencatat penurunan yield 7,6 bps dan 3,6 bps ke level 6,975% dan 7,131%, seperti ditunjukkan oleh data OTC Bloomberg sore ini.

(rui)

No more pages