"Saya tidak puas terhadap penjelasan menteri [Wahyu] yang kesan saya itu adalah selalu berdalih," kata Firman.
"Ini sudah perintah presiden. Atasannya menteri itu presiden. Menteri itu pembantu presiden."
Menteri Wahyu Sakti memang mengungkap sejumlah alasan KKP tak langsung membongkar pagar laut di Tangerang. Pertama, dia mengatakan pagar laut tersebut akan menjadi barang bukti terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang laut.
Kedua, kata dia, pihak yang harus dan wajib membongkar pagar laut bukanlah pemerintah. Akan tetapi, menurut dia, para pembangun pagar tersebut yang harus keluar biaya dan bertanggung jawab membongkarnya.
Ketiga, menurut dia, pembongkaran pagar laut puluhan kilometer tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar. Dia berdalih kementeriannya tak punya anggaran khusus untuk kegiatan tersebut.
"Bagaimana kalau menjadi temuan BPK," ujar Wahyu Sakti.
Polemik pemanfaatan dan tata ruang laut mencuat usai pagar laut misterius sepanjang 30,16 km terbentang di Utara Tangerang, beberapa pekan lalu. Hal ini terungkap setelah para nelayan dan warga yang tinggal pada wilayah pesisir mengeluhkan akses ke laut yang terhalangi pagar laut tersebut.
Setidaknya, pagar laut ini memblokir akses ke laut bagi sekitar 3.888 nelayan yang tinggal di 16 desa pada 6 kecamatan, Kabupaten Tangerang.
Pada saat ini, TNI AL dan sejumlah instansi memulai pembongkaran pagar laut akhir pekan lalu. Saat itu, pembongkaran berfokus pada pagar sepanjang dua kilometer yang menutup akses nelayan dari pesisir menuju wilayah laut.
Belakangan, KKP turut serta dalam proses pembongkaran yang kabarnya sudah lebih dari sembilan kilometer tersebut.
"Itu kita patungan karena desakan dari teman-teman semua untuk segera dibongkar. Yasudah dengan segala macam cara. Itu yang belum terhitung. Patungan saja sudah pokoknya," ungkap Wahyu Sakti.
(azr/frg)