Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mensinyalkan adanya peluang untuk kembali menurunkan suku bunga acuan, setelah secara tidak terduga memangkas BI Rate 25 basispoin (bps) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan periode Januari 2025.

Dia mengatakan bank sentral terus mencermati ruang penurunan suku bunga dengan melihat dinamika data dependen atau yang saling berkaitan.

"Kami terus mencermati ruang gerak bagaimana nanti bisa penurunan suku bunga, tentu saja dengan melihat dinamika data dependen yang ada," ujar Perry dalam peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2024, Rabu (22/1/2025).

Perry kembali menekankan keputusan pemangkasan suku bunga yang dilakukan pada RDG Januari 2025 itu bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Terlebih, data inflasi Indonesia sebesar 1,57% (year-to-date/ytd) 2024, yang merupakan terendah sepanjang sejarah, memberikan ruang pemangkasan tersebut.

Perry mengatakan, arah kebijakan BI adalah menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. "RDG beberapa waktu lalu kami turunkan suku bunga 25 basispoin menjadi 5,75% karena kami yakin inflasi rendah dan kami perlu ikut mendorong pertumbuhan ekonomi."

Sebelumnya, dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Gubernur BI pada Rabu (15/1/2025), Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan salah satu alasan penurunan BI rate dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sisi permintaan.

Terlebih, data-data ekonomi pada triwulan IV 2024 menunjukkan kecenderungan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih rendah dari perkiraan.

BI memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk keseluruhan 2024 di bawah 5,1%. Tak hanya 2024, bank sentral juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menjadi kisaran 4,7–5,5%. Padahal sebulan sebelumnya, BI masih menyakini ekonomi 2025 bisa tumbuh di kisaran 4,8–5,6%.

Perry menjelaskan alasan pesimistis ini karena ekspor diprakirakan lebih rendah sehubungan dengan melambatnya permintaan negara-negara mitra dagang utama, kecuali Amerika Serikat (AS). 

"Konsumsi rumah tangga juga masih lemah, khususnya golongan menengah ke bawah sehubungan dengan belum kuatnya ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja. Pada saat yang sama, dorongan investasi swasta juga belum kuat karena masih lebih besarnya kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan, baik domestik maupun ekspor," ujar Perry dalam konferensi pers, Rabu (15/1/2025).

Selain itu, keputusan penurunan suku bunga acuan juga diambil karena BI melihat mulai adanya kejelasan arah pemerintah Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump dan kebijakan bank sentral Federal Reserves atau the Fed terkait suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR).

Perry tidak menampik bahwa masih ada ketidakjelasan, tetapi BI masih bisa menakar dampak kebijakan pemerintah AS terhadap defisit fiskal, kenaikan US Treasury dan penurunan suku bunga.

"Masih bisa menakar arah kebijakan AS untuk defisit fiskal untuk tahun besar mulai kelihatan menjadi 7,7% dan berapa besarnya dampak terhadap kenaikan ke US Treasury 2 tahun dan 10 tahun, juga arah FFR yang semula [pemotongan] 50 basis poin, kami mulai paham kemungkinan tahun ini hanya sekali 25 basis poin," ujarnya.

Selanjutnya, BI juga mencermati tingkat inflasi Indonesia yang rendah dan nilai tukar yang relatif stabil serta sejalan dengan fundamental saat ini.

(lav)

No more pages