Keempat, Indonesia harus memanfaatkan forum internasional seperti Group of 20 (G20) dan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) untuk memperjuangkan kepentingan negara berkembang dalam sistem perdagangan global.
"Dengan memainkan peran lebih aktif di arena multilateral, Indonesia dapat menekan dampak negatif dari kebijakan unilateral AS sekaligus mencari peluang baru di tengah perubahan lanskap ekonomi global," ujarnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kementerian Keuangan mengatakan strategi yang keseluruhan atau holistik diperlukan untuk menjaga ekonomi Indonesia di tengah kepemimpinan Trump. Adapun, hal tersebut dilakukan melalui transformasi ekonomi dengan penguatan sumber daya manusia, hilirisasi, mendorong investasi yang berorientasi ekspor, pengembangan ekonomi hijau, serta ketahanan pangan dan energi.
"Agar transformasi ekonomi tersebut berjalan efektif maka harus disertai juga dengan reformasi fiskal secara menyeluruh, baik sisi pendapatan, belanja dan pembiayaan," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Deni Surjantoro.
Kombinasi transformasi ekonomi dan refomasi fiskal tersebut diharapkan mampu mendorong ekonomi, meningkatkan kesejahteraan dan sekaligus penyehatan fiskal.
Rizal mengatakan pemerintah Indonesia akan makin sulit merealisasikan target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2% pada 2025 dengan kepemimpinan Donald Trump.
Penerapan tarif perdagangan tinggi, kata Rizal, bakal menyebabkan penurunan permintaan global dan memengaruhi kinerja ekspor Indonesia, terutama pada sektor komoditas.
Sekadar catatan, Bank Dunia atau World Bank dalam laporan terbaru memberikan simulasi bahwa kenaikan tarif dagang AS sebesar 10% pada semua mitra dagang dapat mengurangi pertumbuhan global tahun ini sebesar 0,2% dibandingkan dengan perkiraan dasar, dengan asumsi tidak ada tindakan pembalasan.
"Efek negatif dapat diperkuat jika terdapat tarif pembalasan proporsional — pertumbuhan global akan lebih rendah dari dasar [baseline] dengan total sekitar 0,3% pada 2025, sementara pertumbuhan negara berkembang atau emerging market and developing economies [EMDE] akan lebih rendah dengan total sekitar 0,2%," tulis Bank Dunia dalam laporan bertajuk Global Economic Prospects (GEP) Januari 2025.
Bank Dunia memproyeksi ekonomi dunia tumbuh stagnan 2,7% pada 2025, atau setara dengan proyeksi pada 2024. Sementara, negara berkembang atau EMDE diproyeksikan tumbuh stagnan 4,1%.
(lav)

































