Jepang, importir LNG utama yang telah membeli pasokan dari AS, akan memantau peluncuran langkah tersebut, kata Menteri Perdagangan Yoji Muto dalam konferensi pers rutin pada Selasa (21/1/202), dikutip Bloomberg.
"Kami menyadari bahwa hal itu dapat berdampak pada pasar LNG global, di mana pasokan dan permintaan secara struktural ketat, dan bahwa hal itu dapat meningkatkan pasokan dan berkontribusi untuk menstabilkan pasar," katanya.
"Kami percaya bahwa hal ini juga akan meningkatkan prediktabilitas pengadaan LNG Jepang."
Untuk diketahui, saat ini dunia tengah bersiap menghadapi perebutan pasokan gas alam besar-besaran, sehingga memperpanjang penderitaan tagihan yang lebih tinggi bagi konsumen dan pabrik di Eropa dan menempatkan negara-negara berkembang yang lebih miskin dari Asia hingga Amerika Selatan pada risiko tidak mampu lagi bersaing di pasar.
Untuk pertama kalinya sejak krisis energi dipicu oleh perang Rusia di Ukraina, Eropa berisiko gagal memenuhi target penyimpanan energinya untuk musim dingin mendatang, menyiapkan panggung untuk satu perebutan global terhadap pasokan sebelum kapasitas LNG baru mulai meredakan situasi tahun depan.
Pilihan pasokan gas di dunia telah menyusut sejak awal tahun ini, ketika pengiriman pipa Rusia melalui Ukraina dihentikan per 1 Januari 2025 setelah berakhirnya perjanjian transportasi.

RI Larang Ekspor Gas
Berkebalikan dengan sikap Trump di tengah krisis LNG dunia, Indonesia memilih untuk menyelamatkan diri sendiri dengan menutup keran ekspor gas alam, guna memenuhi kebutuhan dalam negeri yang diproyeksi melonjak dalam 5 tahun ke depan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut kebutuhan gas nasional pada periode 2025—2030 diperkirakan mencapai 1.471 billion british thermal unit per day (bbtud).
Permintaan gas juga diproyeksikan mengalami kenaikan di setiap regional dengan kebutuhan gas nasional ditaksir menembus 2.659 bbtud pada 2034.
“Menyangkut gas, agar kita tidak defisit terhadap konsumsi, dalam perencanaan kami ke depan, seluruh konsesi gas yang ada di Indonesia akan kami prioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri, khususnya untuk energi dan bahan baku hilirisasi,” ujar Bahlil dalam acara Peresmian Proyek Strategis Ketenagalistrikan 18 Provinsi di Sumedang, Senin (20/1/2025).
Bahlil menyadari keputusan Indonesia dapat direspons negatif oleh negara lain, yang saat ini sedang berburu sumber pasokan LNG lantaran harganya melambung usai terhentinya transit gas Rusia-Ukraina.
“Saya yakin negara lain akan merasa gimana-gimana, karena kita sekarang orientasinya harus memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kalau kita belum cukup, kami belum mengizinkan ekspor. Kalau kebutuhan dalam negeri sudah cukup, baru kita akan melakukan ekspor.”
BMI—lengan riset Fitch Solutions — sebelumnya memprediksi Indonesia siap menjadi raksasa produsen LNG di Asia Tenggara, seiring dengan adannya potensi tambahan 40 miliar meter kubik atau billion cubic meter (bcm) sumber daya hingga 2030.
Indonesia dinilai kaya akan proyek gas greenfield yang akan mengerek pasokan gas baku untuk produksi LNG sepanjang 2024—2030.
“Kami memperkirakan sekitar 40 bcm gas alam tambahan akan diproduksi dari proyek-proyek mendatang ini, yang sebagian besar ditujukan untuk memasok gas baku ke pabrik-pabrik LNG yang baru dan yang sudah ada,” papar tim peneliti BMI dalam laporan yang dilansir medio Desember.
Proyek gas enhanced gas recovery (EGR) Ubadari adalah yang paling signifikan di antara proyek-proyek greenfield ini dan diestimasikan mendukung produksi LNG dari proyek Tangguh.
(wdh)