Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal memperingatkan agar kebijakan Cadangan Penyangga Energi (CPE), termasuk untuk stok minyak, harus sepenuhnya dibiayai pemerintah tanpa ada intervensi asing.

Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) No. 96/2024 tentang Cadangan Penyangga Energi, pemerintah memang berencana membangun buffer stock sektor energi hingga 2035.

CPE nantinya akan berupa stok bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin sejumlah 9,64 juta barel, gas minyak cair atau liquefied petroleum gas (LPG) sebanyak 525,78 ribu metrik ton, dan minyak bumi sebesar 10,17 juta barel hingga 2035. Mayoritas bakal berasal dari impor.

“Itu harus dibiayai pemerintah. Jangan ada keterlibatan asing, karena itu untuk [antisipasi] hal darurat, yang tanggung jawabnya sepenuhnya di tangan pemerintah,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, dikutip Senin (15/12/2024).

Dok. PT Pertamina International Shipping (PIS)

Moshe melanjutkan penyediaan cadangan negara—untuk komoditas apapun — demi antisipasi kejadian kahar atau force majeure harus menjadi tanggung jawab penuh pemerintah, untuk menghindari konflik kepentingan dengan investor.

“Kalau ada kepentingan asing di situ, kan susah kan, karena asing kan mikirnya komersial. Apalagi kalau kita ada konflik, nah konfliknya sama negara yang sama dengan si investornya. Ya itu akan menjadi conflict of interest. Jadi [CPE] harus dibangun oleh pemerintah dan dimiliki 100% oleh pemerintah, karena itu benar-benar cadangan strategis kita.”

Dewan Energi Nasional (DEN) sebelumnya menjelaskan kebutuhan anggaran untuk pengelolaan CPE berupa BBM jenis bensin, LPG, dan minyak mentah diproyeksikan mencapai Rp70 triliun hingga 2035.

Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto mengatakan anggaran tersebut bakal digunakan untuk komoditas atau jenis CPE, infrastruktur hingga pengelolaan.

“Sampai dengan 2035 kurang lebih Rp70an triliun, [digunakan] untuk [pengadaan] komoditasnya, sewa tangki, bangun tangki, dan pengelolaannya,” ujar Djoko kepada Bloomberg Technoz, awal September.

Dalam kaitan itu, Djoko mengatakan infrastruktur untuk pengelolaan CPE sebenarnya bisa berasal dari banyak hal, baik menggunakan infrastruktur yang sudah ada, menyewa infrastruktur, maupun membangun yang baru.

Merujuk pada Pasal 21 Peraturan Presiden (Perpres) No. 96/2024 tentang Cadangan Penyangga Energi, yang merupakan dasar hukum pengelolaan buffer stock sektor energi, pendanaan untuk pengaturan CPE hingga pengelolaan CPE berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau sumber pendanaan lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Beleid tersebut juga mengatur bahwa waktu CPE —yang merupakan durasi untuk memenuhi jumlah stok penyangga tersebut — ditarget sampai dengan 2035 yang dipenuhi sesuai dengan kemampuan keuangan negara.

“CPE merupakan barang milik negara berupa persediaan,” sebagaimana dikutip melalui Pasal 2 Ayat 2 perpres tersebut.

Sementara itu, penyediaan CPE bertujuan untuk menjamin ketahanan energi nasional, mengatasi krisis energi, dan darurat energi dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan.

“Pengelolaan CPE meliputi pengadaan persediaan CPE, penyediaan infrastruktur CPE, pemeliharaan CPE, penggunaan CPE dan pemulihan CPE.”

Pengadaannya berasal dari produksi dalam negeri dan/atau luar negeri. Sementara itu, CPE disimpan dan disalurkan dalam infrastruktur CPE. Beleid tersebut juga mengatur pemeliharaan CPE meliputi pemeliharaan persediaan dan pemeliharaan infrastruktur.

Penggunaan CPE dilakukan apabila terjadi krisis energi dan/atau darurat energi, yang diputuskan melalui sidang anggota untuk krisis energi dan/atau darurat energi yang bersifat teknis operasional atau sidang paripurna untuk krisis energi dan/atau darurat energi yang bersifat nasional.

Terakhir, pemulihan CPE dimaksudkan untuk menjaga CPE sesuai dengan kondisi semula setelah dilakukan penggunaan CPE.

-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi

(wdh)

No more pages