Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Jensen Huang, pendiri dan CEO dari Nvidia, saat ini menjadi salah satu nama paling terkenal di dunia teknologi. Kekayaannya yang kini mencapai USD 126 miliar atau sekitar Rp 1.900 triliun, menjadikannya sebagai salah satu orang terkaya di dunia.

Namun, perjalanan hidupnya menuju kesuksesan tidaklah mudah. Dulu, dia memulai karirnya sebagai tukang cuci piring di restoran, sebelum akhirnya mendirikan Nvidia, perusahaan raksasa di bidang chip teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI).

Perjalanan Hidup Jensen Huang

CEO Nvidia Corp, Jen-Hsun Huang atau Jensen Huang. (Dok: Bloomberg)

Jensen Huang lahir di Taiwan pada tahun 1963 dan tumbuh di keluarga yang sederhana. Pada usia lima tahun, ia dan keluarganya pindah ke Thailand sebelum akhirnya menetap di Amerika Serikat pada usia sembilan tahun. Mereka tinggal bersama pamannya di Tacoma, Washington, sebelum orang tuanya menyusul. Ayahnya memiliki pandangan positif tentang Amerika dan ingin memberikan masa depan yang lebih baik untuk anak-anaknya.

Jensen sempat menghadapi banyak tantangan ketika ia menempuh pendidikan di Oneida Baptist Institute. Meski sekolah tersebut dikira bergengsi, kenyataannya penuh dengan masalah. Ia sering di-bully oleh teman-teman sekelasnya, bahkan sempat diancam pisau. Namun, semua pengalaman pahit ini justru membentuk karakter Jensen yang kuat dan tangguh. Dalam pidatonya di Stanford, ia berbagi cerita bahwa ia pernah membersihkan lebih banyak toilet daripada siapapun di sekolahnya.

Pekerjaan pertama Jensen Huang adalah sebagai tukang cuci piring di restoran Denny’s pada usia 15 tahun. Ia menganggap pekerjaan ini sebagai langkah awal yang sangat berharga. "Pekerjaan pertama di dunia restoran mengajarkan kerendahan hati dan kerja keras," kata Jensen. "Aku mungkin adalah pencuci piring terbaik Denny's," tambahnya dengan bangga.

Setelah lulus dari Oregon State University, Jensen memilih untuk melanjutkan pendidikan di Stanford, meskipun awalnya ia sempat ragu dengan biaya kuliahnya. Di Stanford, ia bertemu dengan Lori Mills, yang kelak menjadi istrinya. Mereka kini telah menikah lebih dari 30 tahun.

Mendirikan Nvidia

Nvidia Corp. (dok Bloomberg)

Pada tahun 1993, Jensen Huang bersama dua rekannya, Chris Malachowsky dan Curtis Priem, mendirikan Nvidia. Mereka memulai bisnis ini dengan modal hanya USD 40 ribu yang mereka kumpulkan. Inspirasi besar muncul saat mereka bertemu di restoran Denny’s pada hari Thanksgiving. Di atas serbet, mereka menggambarkan ide dasar untuk membangun perusahaan chip grafis yang nantinya akan meraih kesuksesan besar.

Pada awalnya, Nvidia fokus pada pengembangan chip grafis untuk komputer. Namun, ambisi mereka semakin besar seiring dengan perkembangan teknologi. Pada tahun 2014, Jensen Huang mengungkapkan visinya untuk mengembangkan chip untuk kecerdasan buatan (AI). Seiring dengan berkembangnya era AI, Nvidia pun meraih kesuksesan yang sangat pesat berkat produk chip AI yang semakin banyak digunakan di berbagai industri.

Seiring berjalannya waktu, Nvidia semakin berkembang. Pada tahun 1999, Nvidia melakukan penawaran umum perdana (IPO) dan melantai di bursa saham. Dengan inovasi terus-menerus, perusahaan ini menjadi salah satu yang paling bernilai di dunia. Bahkan, dengan kepemilikan sahamnya yang sebesar 3,5%, kekayaan Jensen Huang meningkat pesat. Pada 2019, kekayaannya tercatat hanya sekitar USD 3 miliar, tetapi kini mencapai USD 126 miliar.

Kesuksesan Nvidia tidak lepas dari kerja keras, visi yang jelas, dan keberanian untuk berinovasi. Jensen Huang memimpin perusahaan ini dengan tekad dan komitmen tinggi untuk menciptakan teknologi yang dapat mengubah dunia.

Jensen Huang sering membagikan pandangannya tentang apa yang membuat seseorang sukses. Menurutnya, salah satu kunci utama kesuksesan adalah ketangguhan. "Aku percaya salah satu keuntungan terbesarku adalah ekspektasi yang rendah. Kebanyakan lulusan Stanford memiliki ekspektasi yang sangat tinggi," ujar Jensen dalam pidatonya di Stanford. "Ketangguhan adalah kualitas yang lebih penting daripada ekspektasi tinggi. Orang yang memiliki ekspektasi tinggi cenderung mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan."

Ia mengungkapkan bahwa melalui penderitaan dan tantangan hidup, seseorang akan menjadi lebih kuat dan lebih siap untuk meraih kesuksesan. "Aku tidak tahu bagaimana mengajarkan kalian, selain berharap penderitaan datang pada kalian," tambahnya, memberikan pesan yang dalam tentang pentingnya menghadapi kesulitan dalam hidup.

(seo)

No more pages