Bloomberg Technoz, Jakarta – Indonesia diprediksi terus menghadapi kekurangan pasokan gas domestik, meskipun pemerintah telah berupaya keras untuk meningkatkan produksi.
Menurut tim peneliti BMI —lengan riset Fitch Solutions, bagian dari Fitch Ratings —, laju pertumbuhan produksi gas bumi di Indonesia relatif moderat akibat peningkatan aktivitas pengeboran di lapangan gas darat.
Hal itu selaras dengan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), yang menunjukkan produksi gas bumi Indonesia pada semester I-2024 hanya meningkat sebesar 3,6% secara tahunan menjadi 57 miliar meter kubik (bcm).
Per Juni 2024, SKK Migas juga mengumumkan pengeboran 17 sumur baru dan 358 sumur pengembangan.
Sementara itu, peningkatan produksi dari lapangan gas Jambaran-Tiung Biru (JTB), yang mulai beroperasi pada 2022, hanya berkontribusi pada peningkatan moderat dalam produksi gas bumi RI.

Adapun, PT Pertamina (Persero) mempertahankan tingkat belanja modal yang lebih tinggi untuk mempercepat eksplorasi dan meningkatkan produksi gas bumi dalam negeri guna memenuhi target produksi gas pemerintah sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (bcfd) pada 2030.
“Meskipun penemuan gas bumi baru-baru ini telah meningkatkan prospek pertumbuhan produksi pada masa mendatang, kami tidak melihat adanya peningkatan mendadak dalam produksi gas dalam waktu dekat,” papar BMI dalam laporannya, dikutip Minggu (25/8/2024).
Keterlambatan pengembangan proyek dan perubahan selera investor terhadap risiko, mengingat prospek harga minyak dan gas yang lesu, tetap menjadi faktor utama yang berdampak buruk pada laju pengembangan proyek di sektor hulu gas Indonesia.

Sekadar catatan, pada 2022, SKK Migas dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyetujui 31 rencana pengembangan atau plan of development (POD) untuk lapangan minyak dan gas (migas).
ESDM sendiri menyetujui POD untuk lapangan termasuk Bella, ENC, Lapangan RBG Block I, Lapangan Mako, Lapangan Tuna, Lapangan Hidayah, dan Lapangan Merakes dan Lapangan Merakes East.
Dalam waktu dekat, lapangan gas Mako yang terletak di Laut Natuna Barat adalah satu-satunya lapangan yang direncanakan untuk mulai berproduksi pada 2025, dengan perkiraan produksi sebesar 293 miliar kaki kubik (bcf) gas.
Namun, sebagian besar pasokan gas ini diharapkan akan diekspor ke Singapura. Setiap risiko kenaikan produksi gas alam sekarang bergantung pada kemampuan Petronas untuk meningkatkan produksi gas dari lapangan yang ada.
Adapun, total produksi gas alam diperkirakan mencapai rata-rata 63 bcm pada 2024, sementara konsumsi diproyeksikan sekitar 39 bcm.
(wdh)