Jakarta - "Permisi, ada paket!" Kalimat ini sering kita dengar sehari-hari di lingkungan rumah. Biasanya yang mengantar adalah kurir yang mengunakan sepeda motor dengan kantong besar di sebelah kiri dan kanan motor.
Kadang-kadang, kurir tersebut datang dengan menggunakan mobil box atau pick up, bila mengantarkan barang yang cukup besar.
Tak banyak orang sadar, peran kurir secara tidak langsung telah memenuhi kebutuhan dan keinginan banyak orang lewat berbelanja online di eCommerce. Seperti diketahui, hampir seluruh pemain eCommerce di Indonesia, menyediakan layanan jasa kirim dari berbagai perusahaan ekspedisi atau pengiriman barang ekspres.
Menurut Asosiasi Pengusaha Logistik eCommerce (APLE), peran jasa logistik makin vital belakangan ini. Berbagai diskon hingga paling sering diketahui yakni insentif promo gratis ongkir menjadi pemikat seseorang dalam berbelanja. Maka tak heran, yang paling banyak dicari orang dalam berbelanja online ialah; apakah disediakan layanan gratis ongkir dalam plaorm tersebut.
“Di dalam dunia ecommerce memang banyak sekali promo-promo atau upaya meningkatkan layanan dan kemudahan agar transaksi terus berjalan. Hal ini dikarenakan tolak ukur performance dari sebuah plaorm adalah GMV (Gross merchandise value) yaitu jumlah transaksi dan growthnya sehingga upaya aktif menjaga agar transaksi berjalan terus dan dan salah satunya memberikan layananan antar yang menarik dan terjangkau,” kata Ketua Umum APLE Sonny Harsono, saat belum lama in menyampaikan pandangannya kepada media.
Seperti diketahui, bisa terbilang, plaorm seperti Blibli, Lazada, Shopee dan Tokopedia; hampir menggunakan strategi yang sama demi menggaet pengguna. Gratis ongkir selalu dicari-cari, dan pengguna bisa menerka jasa kurir yang akan dipakai berdasarkan waktu pengiriman. Bukan berdasarkan siapa perusahaan ekspedisi si pengirim.

Bila ditelusuri satu per satu, tidak satupun eCommerce yang mencantumkan nama perusahaan pengirim (jasa logistik) pada bagian check out barang sebelum transaksi dilakukan. Semua eCommerce hanya menampilkan, layanan reguler, same day, instant, kargo dan lainnya. Layanan itu juga hanya menampilkan; waktu kedatangan pengiriman barang dan harga. Praktik ini pun dilakukan raksasa eCommerce dunia Amazon. Bisa dikatakan, konsumen lebih mementingkan kecepatan barang tiba dan adanya insentif biaya pengiriman.
Di Tokopedia juga demikian, begitu juga yang terjadi di Shopee, Blibli, Lazada hingga Tiktok Shop. Pengguna jika sudah memilih barang yang ingin dibeli, tahap selanjutnya adalah memilih jasa pengiriman berdasarkan layanan. Mulai dari paling cepat hingga ekonomi/standar yang memungkinkan konsumen mendapatkan gratis biaya pengiriman alias gratis ongkir.
Di sisi lain, Sonny berpandangan, perlu dipelajari lebih lanjut dugaan monopoli yang belakangan mencuat kepada perusahaan eCommerce. Sebab fakta di lapangan, semua pemain eCommerce hanya menggunakan teknik marketing promosi silang antara plaorm dengan jasa kurir yang teraliasi. Hampir semua plaorm eCommerce pula, memberikan ruang bagi jasa logistik lain. Dengan kata lain, pengguna dan konsumen lah menjadi yang terakhir memilih; jasa kurir mana yang paling tepat buat mereka.
“Harus diperhatikan agar bisnis eCommerce yang sifatnya sedikit berbeda dengan bisnis konvensional pada umumnya dapat dijadikan pertimbangan utama agar asas fairness dan competitiveness dari industry digital tetap tumbuh dan tidak dirugikan,” sambung Sonny.

(tim)