Logo Bloomberg Technoz

Harga Beras Rp17.000/kg, Petani Belum Tentu Makin Sejahtera

Tim Riset Bloomberg Technoz
04 March 2024 15:20

Presiden Jokowi mengikuti panen raya padi di Desa Ciasem Girang, Subang, Jawa Barat, Minggu (8/10/2023). (Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev)
Presiden Jokowi mengikuti panen raya padi di Desa Ciasem Girang, Subang, Jawa Barat, Minggu (8/10/2023). (Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kenaikan harga beras semakin liar tak terkendali meski pemerintah berulang memastikan akan ada guyuran beras impor tambahan untuk mengamankan lonjakan harga sembako jelang kedatangan Ramadan.

Harga beras sudah menjebol level Rp17.100/kilogram untuk jenis beras premium, Senin (4/3/2024), berdasarkan pantauan di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Bank Indonesia. Beras medium sedikit turun tapi beras kualitas bawah semakin mahal di kisaran Rp14.550/kilogram. 

Kenaikan harga beras yang tak terjeda itu menjadi ironis karena tidak otomatis mengungkit tingkat kesejahteraan petani di Indonesia. Di negeri ini, jumlah petani didominasi oleh petani gurem yang memiliki lahan tak sampai 0,5 hektare. Petani gurem tidak memiliki surplus produksi (marketable surplus). Kenaikan harga beras yang terjadi sejak tahun lalu kemungkinan hanya dinikmati keuntungannya bagi sebagian petani yang memiliki lahan luas. 

"Petani bisa mendapatkan surplus pendapatan bila ada surplus produksi yang dijual. Saat ini, baru sebagian kecil petani yang menikmati harga panen tinggi. Sementara sebagian yang lain masih baru saja tanam atau memelihara padinya hingga beberapa bulan ke depan," kata Khudori, pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) kepada Bloomberg Technoz, Senin (4/3/2024).

Pekerja membawa karung beras di Jakarta. (Dimas Ardian/Bloomberg)

Selama ini, pemerintah memakai acuan Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai indikator kesejahteraan petani. Akan tetapi, NTP banyak menuai kritik karena tidak bisa mengukur secara akurat tingkat kesejahteraan petani. "NTP hanya proksi, bukan alat pengukuran kesejahteraan petani. Indonesia sampai saat ini belum memiliki indikator kesejahteraan petani," jelas Khudori.