Logo Bloomberg Technoz

Salah seorang eksekutif perusahaan layanan akomodasi Xiaozhu disebut telah menarik deposito perusahaan dari SVB setelah mendapat peringatan dari para pemodal venturanya. Meskipun demikian, perwakilan Xiaozhu menolak berkomentar terkait hal ini. 

Di sisi lain, sejumlah perusahaan tidak berhasil menarik dana mereka. Seorang pendiri startup asal India mengungkapkan pada Bloomberg News bahwa pihaknya gagal menarik dana perusahaan dan saat ini hanya memiliki modal kerja perusahaan. Perusahaan lainnya mengatakan sedang mempercepat penghentian dan pengalihan pembayaran pelanggan pada rekening perusahaannya di SVB, sambil menyiapkan pengaturan baru untuk pembayaran gaji. 

“Saya tidak tahu berapa banyak yang Anda habiskan tadi malam untuk membaca tentang SVB dan memetakan implikasinya? Semakin Anda membaca kasus itu, semakin Anda menyadari bahwa itu adalah masalah tata kelola yang masif dan akan menjadi sebuah studi kasus besar. Mudah-mudahan Wharton akan menulis komponen G dari ESG,” ungkap Alp Ercil dari Asia Research & Capital Management, yang mengelola sebanyak US$ 3,5 miliar aset, dalam acara Wharton di Singapura. 

Tiga perusahaan pendanaan Asia lainnya yaitu Sequoia Capital China, Temasek Holdings Pte, ZhenFund, dan Yunfeng Capital juga telah menghubungi portofolio mereka untuk mengukur seberapa besar keterlibatan dengan SVB.

Perwakilan Sequoia Capital China mengungkapkan belum bisa memberi komentar terkait hal ini. Sementara, ZhenFund tidak merespon permintaan komentar di luar jam kerja. Sedangkan, Temasek mengungkapkan pihaknya tidak memiliki keterlibatan langsung dengan SVB. 

Di sisi lain, Yunfeng mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki deposit di SVB. Yungfeng juga mengatakan telah meminta timnya untuk melakukan pemeriksaan internal terkait keterlibatan dengan SVB. Mereka juga memperingatkan para perusahaan portofolionya untuk menghindari risiko. 

“Dampak insiden SVB terhadap industri teknologi tidak boleh dianggap sepele,” kata para analis yang dipimpin oleh Liu Zhengning di China International Capital Corp.

Menurut para analis tersebut, deposito sangat penting bagi para perusahaan startup karena mereka memerlukan banyak uang tunai untuk pengeluaran yang besar termasuk biaya-biaya riset dan pengembangan, serta gaji karyawan. 

“Jika deposito tersebut mengalami penurunan nilai pada proses restrukturisasi atau pailit, beberapa perusahaan teknologi mungkin akan menghadapi tekanan arus kas tinggi, termasuk risiko kebangkrutan,” kata mereka.  

Finian Tan, pendiri Vickers Venture Partners, mengungkapkan pihaknya relatif dapat bertahan dengan hanya satu perusahaan portofolio yang memiliki deposito di SVB senilai US$ 2,5 juta. “Mayoritas portofolio kami adalah perusahaan Amerika sehingga kami beruntung karena bank-bank yang digunakan beragam,” ujar Tan. Ia juga berharap agar sebagian besar deposit dapat dikembalikan. 

SVB menjadi lender terbesar yang bangkrut dalam lebih dari satu dekade setelah gagalnya upaya peningkatan modal dan eksodus tunai dari perusahaan-perusahaan startup. Regulator juga telah turun tangan dan melakukan penyitaan pada Jumat (10/3/2023). Padahal, SVB mencatatkan pertumbuhan empat kali lipat dalam lima tahun terakhir dan bernilai lebih dari US$ 40 miliar, tahun lalu. 

“Ada ketidaksesuaian antara likuiditas dan risiko yang membuat SVB tidak bisa bertahan,” kata Richard Ji, Kepala Investasi All-Stars Investment Ltd. yang memiliki kurang dari 1% modalnya di SVB.

Ia menambahkan bahwa ini adalah momen bagi industri untuk menilai kembali praktik-praktik yang tidak berkelanjutan. Termasuk, kata dia, mendorong pertumbuhan hanya berdasarkan leverage tinggi, margin rendah atau aturan arbitrase. 

Sementara itu, langkah pengawas negara bagian California mengambil alih SVB dan penunjukan Federal Deposit Insurance Corp. sebagai penerima, justru menambah dampak buruk bagi para pemberi pinjaman kecil, karena adanya kenaikan suku bunga di AS. Salah satu contohnya, Silvergate Capital Corp. yang telah mengumumkan penutupan banknya beberapa hari lalu dan memicu aksi jual yang lebih luas pada saham industri. 

Kekhawatiran serupa juga terjadi di Asia, khususnya China. Hal ini disebabkan karena SVB secara agresif memberi pinjaman pada perusahaan-perusahaan startup di negeri Tirai Bambu tersebut. Menurut sejumlah sumber, pinjaman dana tersebut tidak dapat diperoleh dari bank-bank konvensional.

SVB diketahui mendirikan cabang lokalnya yaitu SPD Silicon Valley Bank Co. pada 2012. Perusahaan tersebutmenawarkan sejumlah produk dan layanan di China, termasuk pembiayaan modal  kerja dan perdagangan. Perusahaan tersebut diketahui tengah meyakinkan para klien dan perusahaan portofolio. Namun, belum diketahui seberapa besar kerugian yang diakibatkan. 

Meski dampak kebankrutan SVB pada regional Asia dinilai terbatas, karena perusahaan lebih banyak berfokus pada Silicon Valley. Peristiwa ini tetap akan berdampak pada kredibilitas industri perbankan. 

“Ini adalah bank spesialis. Jadi, secara fundamental seharusnya tidak berdampak pada Asia, namun dapat mengakibatkan kurangnya kepercayaan,” jelas Tan. 

(bbn)

No more pages