Logo Bloomberg Technoz

Suksesnya rencana restrukturisasi utang akan menjadi faktor penting terhadap petisi penutupan yang diajukan terhadap perusahaan pada Juni tahun lalu. Dalam kasus ini, melikuidasi aset peminjam dapat membantu mendanai pembayaran utangnya kepada kreditur.

Pada sidang November tahun lalu, Hakim Linda Chan mendesak Evergrande untuk menawarkan "sesuatu yang lebih konkret" pada sidang Maret yang akan digelar kurang dari tiga minggu lagi.

Menurut berbagai sumber, penyebab utama perselisihan Evergrande dan kelompok pemegang kreditur ad-hoc adalah nilai ekuitas Evergrande dan dua unitnya yang terdaftar di Hong Kong.

Pemegang obligasi telah meminta seluruh saham Evergrande di kendaraan listrik dan lengan manajemen propertinya. Namun, menurut sumber terpercaya, perusahaan memberikan penawaran di bawah itu. Evergrande sendiri memiliki sekitar setengah dari unit manajemen properti dan hampir 60% dari bisnis otomotif, menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg.

Nilai Stok Unit Evergrande Tenggelam karena Kesengsaraan Utang Perusahaan (Sumber: Bloomberg)

Ketidaksepakatan lainnya antara Evergrande dan kelompok kreditur ad-hoc melibatkan senioritas struktural utang Evergrande, menurut sumber yang familiar dengan masalah tersebut.

Mereka mengatakan, beberapa klaim kreditur dalam negeri dipertaruhkan, dan perselisihan tersebut juga memengaruhi hak kreditur yang berbeda atas aset perusahaan. Pemegang obligasi juga menuntut Evergrande utuk mengatasi masalah tata kelola perusahaannya, tambah mereka.

Evergrande diketahui mengalami gagal bayar untuk pertama kalinya pada obligasi dolar akhir 2021, dan telah berulang kali gagal dalam mengeksekusi rencana restrukturisasinya.

Satu perubahan dalam permintaan pemegang obligasi ad-hoc adalah bahwa kelompok tersebut tidak lagi menuntut Ketua Evergrande Hui Ka Yan untuk menyuntikkan setidaknya US$2 miliar (Rp30,5 triliun) ke perusahaan sebagai syarat untuk menyetujui proposal restrukturisasi utang perusahaan. Namun sumber tersebut menambahkan bahwa investor masih mencari modal dari Hui.

Krisis likuiditas yang memengaruhi Evergrande dan banyak rekannya telah memicu rekor gagal bayar obligasi dolar tahun lalu. Hal itu telah mengurangi kemampuan perusahaan yang berperingkat lebih rendah di China untuk menjual utang luar negeri dan mendorong investor internasional untuk menarik diri dari obligasi dalam negeri China.

Bloomberg News melaporkan pada Januari bahwa Evergrande telah mendiskusikan proposal restrukturisasi utang yang mencakup opsi bagi kreditur untuk menukar sebagian utang menjadi saham pembangun dan dua unit melalui penerbitan sekuritas hibrida seperti obligasi konversi.

Saham Evergrande dan unitnya belum diperdagangkan sejak Maret lalu, di mana perusahaan memperingatkan penundaan dalam merilis hasil audit. Berdasarkan harga perdagangan terakhir mereka, ekuitas ketiganya bernilai HK$81 miliar ($10 miliar atau Rp 152 triliun).

--Dengan asistensi dari Emma Dong.

(bbn)

No more pages