Logo Bloomberg Technoz

Pada September 2020, sentimen negatif datang secara eksternal maupun internal. Kala itu, perekonomian secara global sedang terpuruk akibat tekanan dari pandemi Covid-19. Pengumuman dan laporan terkait jumlah kasus Covid-19 yang terus meningkat menambah kekhawatiran. Imbasnya, angka pertumbuhan ekonomi pada masa tersebut tercatat kontraksi.

Sejumlah negara di dunia juga terjadi aksi jual yang begitu masif. Terutama dampak langsung dari lambatnya pemulihan ekonomi Amerika Serikat. Di sisi lain, Pemerintah setempat juga belum mampu mengucurkan paket stimulus fiskal baru untuk membantu pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Adapun sentimen selanjutnya datang dari Bank Indonesia (BI) di mana penjualan ritel dalam negeri drop 12,3% yoy pada Juli 2020 setelah pada bulan sebelumnya juga turun sebesar 17,1% yoy. Ini merupakan penurunan kedelapan kalinya dan merupakan laju terlemah sejak Maret 2020.

Menurut catatan, pada tanggal 9 September 2020 Pemerintah memberlakukan PSBB untuk menekan penyebaran Covid-19 yang angka penderitanya terus meningkat. Kebijakan tersebut menjadi sentimen negatif atas sejumlah data ekonomi, yang berefek secara langsung pada 10 September 2020 IHSG drop hingga terjadi trading halt.

Untuk sentimen September 2023, ada beberapa sentimen dan katalis yang dapat mempengaruhi gerak IHSG. 

Rilis data inflasi Indonesia periode Agustus 2023 berada pada level -0,02% secara bulanan (month-to-month/mtm). Melandai ketimbang Juli 2023 yang mencapai 0,21% mtm. Di luar ekspektasi, terjadi deflasi secara bulanan. Penurunan harga BBM dan Elpiji menjadi salah satu penyebabnya.

Pada Jumat (1/9/2023), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi deflasi 0,02% secara bulanan. Sementara itu, inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy) tercatat pada level 3,27%. Lebih tinggi ketimbang Juli kemarin 3,08% yoy.

Tingkat inflasi tetap dalam target BI 2–4% untuk bulan keempat berturut-turut. Adapun inflasi inti melandai ke level terendah dalam 18-bulan pada level 2,18%. 

Selain inflasi, juga terdapat rilis data aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI).

Tercatat, aktivitas manufaktur Indonesia berhasil melanjutkan tren ekspansi pada Agustus, bahkan ekspansinya lebih cepat dibandingkan bulan sebelumnya. S&P Global melaporkan, PMI Indonesia pada Agustus 2023 berada pada level 53,9. Meningkat positif dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 53,3 sekaligus jadi yang tertinggi sejak November 2021.

Hasil survei PMI manufaktur Indonesia pada Agustus 2023 membawa kabar positif. Permintaan tinggi terjadi solidnya angka pemesanan baru (New Orders) mendorong peningkatan produksi tertinggi sejak Oktober 2021 dan menciptakan lapangan kerja yang meningkat dalam laju tercepat dalam hampir setahun.

Manufaktur menjadi penting untuk menjadi perhatian pelaku pasar. Sebab, manufaktur adalah kontributor utama pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi lapangan usaha. Ketika sektor ini tumbuh, maka ekonomi secara keseluruhan akan ikut tumbuh.

Ini adalah bulan ke-24 secara berturut-turut pertumbuhan aktivitas manufaktur dalam tren ekspansif.

Selanjutnya pada September ini akan terdapat agenda laporan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), angka penjualan eceran atau ritel, neraca perdagangan termasuk angka ekspor dan impor Indonesia. Termasuk akan ada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia terkait suku bunga acuan.

Jika dibandingkan dengan indeks regional, atau rekan-rekannya di Asia, Straits Times Index Singapore mencatatkan rata-rata penurunan 0,52%. Senada, Korea Stock Exchange KOSPI Index juga turun 2,22%, dan Bursa Malaysia KLCI Index juga mencatatkan pelemahan 3,26%.

Data Historis Bursa Malaysia KLCI Indeks pada September (Bloomberg Seasonality)

Jika mencermati lebih lanjut, pelemahan paling dalam dihadapi oleh Bursa Malaysia KLCI Index dengan penurunan mencapai 3,26% pada data rata-rata perdagangan saham September dalam 5 tahun terakhirnya.

Adapun sentimen yang mempengaruhi laju indeks utama Malaysia adalah, pembatasan laju ekonomi dengan melarang warga sejumlah negara masuk wilayahnya untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 yang kala itu semakin menggila penyebarannya.

Selanjutnya adalah pertumbuhan perekonomian Malaysia yang mencetak angka kontraksi, sehingga masuk ke jurang resesi. Produk Domestik Bruto (PDB) Malaysia drop hingga minus 16,5% pada kuartal II-2020.

Berdasarkan data Bank Sentral Negara Malaysia, secara tahunan ekonomi Malaysia mengalami kontraksi -17,1% pada kuartal II-2020. Sehingga kontraksinya ekonomi disebut yang pertama sejak krisis keuangan global.

Sementara itu, penurunan ekonomi di kuartal II-2020 merupakan yang terdalam sejak krisis keuangan Asia tahun 1998. Di tahun itu, PDB anjlok setelah tumbuh 0,7% pada kuartal I-1998.

(fad/aji)

No more pages