Logo Bloomberg Technoz

Masalahnya, pesta itu kini berangsur usai. Sepanjang tahun ini mungkin sulit bagi Indonesia membukukan nilai ekspor dengan angka sama ketika puncak harga komoditas sukses menggelembungkan tabungan dolar para eksportir di Tanah Air.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor RI pernah mencatat di rekor tertinggi US$27,9 miliar pada Agustus 2022. Namun, capaian ekspor perlahan melambat dengan posisi Juni senilai US$20,61 miliar, menurun hingga 21,2% dibanding setahun sebelumnya.

Tren itu tidak terlepas dari normalisasi harga komoditas-komoditas ekspor utama RI di pasar dunia, seperti batu bara, minyak sawit mentah hingga nikel dan komoditas tambang lain. Harga batu bara misalnya, anjlok 47% sepanjang enam bulan pertama tahun ini, melanjutkan koreksi harga yang sudah berlangsung sejak semester II-2022.

Bila dibandingkan negara-negara lain, langkah Indonesia mewajibkan pemulangan valas ekspor juga tergolong terlambat. Malaysia, Thailand, India bahkan Turki sudah lebih dulu menerapkan kebijakan yang mewajibkan eksportir mereka memarkir devisa di sistem dalam negeri.

Bahkan beberapa negara mewajibkannya dalam nilai lebih besar dan jangka waktu lebih lama. India misalnya, mewajibkan eksportirnya menempatkan devisa hasil ekspor hingga 9 bulan.

Sambutan Dingin

Sebelum penerapan resmi regulasi repatriasi devisa ekspor mulai 1 Agustus ini, sejak Maret lalu Bank Indonesia telah lebih dulu menggelar operasi moneter melalui lelang term deposit devisa hasil ekspor.

Sampai Juli lalu, nilai kumulatif devisa hasil ekspor yang berhasil ditarik melalui lelang tersebut mencapai US$1,3 miliar atau sekitar Rp19,5 triliun, menurut keterangan Bank Indonesia.

Minat eksportir menempatkan valas di sistem perbankan dalam negeri (Div. Riset Bloomberg Technoz)

Mengacu pada data yang dikompilasi oleh Bloomberg Technoz, pada bulan pertama gelar lelang TD Valas DHE, BI berhasil menarik US$294,8 juta, lalu memuncak hingga US$343 juta di bulan April, kemudian menurun pada Mei. Dua bulan terakhir, Juni-Juli, lelang berhasil menarik antara US$234 juta hingga US$292 juta, sekitar Rp4,43 triliun. 

Yang menarik, dalam gelar perdana lelang TD Valas DHE pasca diberlakukannya kebijakan repatriasi ekspor oleh pemerintah, respon eksportir cenderung dingin dengan nilai penawaran masuk cuma US$6 juta, sekitar Rp91,18 miliar.

Meski ada sedikit harapan angkanya akan terus meningkat tecermin dari peningkatan nilai penawaran masuk pada lelang berikutnya pada Kamis (3/8/2023), yang menarik sekitar US$38,75 juta di mana kesemuanya menyerbu tenor 3 bulan yang memberi bunga mulai 5,44%-5,54%.

Walau mulai meningkat, nilai penawaran masuk dalam lelang itu terbilang kecil dibandingkan gelar lelang-lelang sebelumnya yang bahkan bisa mencatat nilai penawaran di atas US$100 juta. 

Dengan tren nilai ekspor yang terus menurun, wajar bila muncul anggapan bahwa kebijakan repatriasi devisa ekspor itu terlambat, meski dalam jangka panjang kebijakan tersebut tetap penting dan berdampak dalam mendukung daya tahan nilai tukar rupiah ke depan. 

Guyuran Insentif

Dalam jangka panjang, nilai rupiah bisa sangat terbantu dengan kebijakan tersebut mengingat suplai valas di pasar akan lebih besar. Pemerintah sempat menghitung, nilai cadangan devisa berpotensi melompat dua kali lipat hingga mencapai US$300 miliar dalam setahun ke depan sebagai dampak dari kebijakan repatriasi.

Bank Indonesia menyiapkan empat instrumen untuk menampung valas DHE tersebut, di antaranya adalah rekening khusus DHE SDA valas, lalu deposito valas, instrumen promissory note valas yang diterbitkan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), lalu instrumen Bank Indonesia berupa term deposit operasi pasar terbuka konvensional dalam valuta asing di BI.

Pemerintah juga telah menyiapkan berbagai insentif termasuk insentif pajak berupa pengurangan pajak penghasilan (PPH) deposito yaitu dari 20% untuk deposito 1 bulan, lalu 7,5% untuk deposito valas 3 bulan dan 2,5% untuk deposito tenor 6 bulan. 

Bagi eksportir yang mengonversi deposito valas menjadi deposito rupiah, pajaknya bisa jauh lebih ringan yaitu 7,5% untuk deposito 1 bulan, lalu 5% tenor 3 bulan dan bahkan bebas pajak untuk 6 bulan. 

Sebagai gambaran, semenjak Federal Reserve mengerek bunga acuan, bunga valas yang ditawarkan oleh perbankan dalam negeri terpantau terus melesat naik.

Tawaran bunga simpanan valas di perbankan umum terus meningkat menyusul tren bunga tinggi Amerika (Div. Riset Bloomberg Technoz)

'Gula-gula' insentif pajak itu diharapkan dapat mengerek animo eksportir agar bersemangat menempatkan dana hasil ekspor di Indonesia dalam nilai lebih besar. 

Di perbankan umum dalam negeri, tren bunga simpanan valas memang terus naik sejak bank sentral Amerika terus melesatkan bunga acuan.

Mengacu pada Statistik Perbankan Indonesia terakhir, selama rentang 2021 hingga Mei 2023, pergerakan bunga simpanan valas untuk semua jenis mulai dari tabungan, giro hingga deposito di bank umum di Indonesia, merangkak naik dengan lonjakan kenaikan signifikan mulai semestar II-2022 atau dua bulan setelah The Fed memulai serial pengetatan moneter.

Deposito valas tenor tiga bulan menjadi produk simpanan dolar AS dengan rate tertinggi saat ini dengan bunga sampai 3,34% per tahun, rekor bunga tertinggi dalam satu dasawarsa terakhir. Pada 2021 lalu, rata-rata bank baru menawarkan rate untuk produk ini di level 0,5%.

Lonjakan itu tidak terlepas dari kenaikan Fed Fund Rate sejak 2022 silam yang menjadi serial kenaikan bunga acuan AS paling agresif dalam beberapa dekade terakhir.  

(rui)

No more pages