Logo Bloomberg Technoz

Pada hari kedua, kebakaran meluas ke sejumlah area perumaham mewah di Pacific Palisades dan Beverly Hills. Situasi semakin memburuk pada 6 Januari 2025, ketika api menjalar ke wilayah selatan Los Angeles dan menghancurkan lebih dari 50.000 hektare lahan.

Pada 11 Januari 2025, tim penyelamat mulai menemukan korban jiwa di lokasi yang sulit dijangkau. Banyak warga tewas terjebak di rumah mereka. Sebanyak 27 orang dilaporkan meninggal dunia.

Kobaran api yang membakar area dari Santa Monica hingga Malibu ini juga merusak sejumlah real estat termahal di AS, dengan nilai rumah rata-rata lebih dari US$2 juta.

AccuWeather—perusahaan jasa prakiraan cuaca, peringatan, dan layanan terkait cuaca lainnya—memproyeksikan total kerusakan dan kerugian ekonomi antara US$250 miliar dan US$275 miliar (setara Rp4.095 triliun hingga Rp4.504 triliun) atas kebakaran mematikan tersebut.

Bangunan terbakar saat Kebakaran Palisades di kawasan Pacific Palisades, Los Angeles, California, AS, Selasa (7/1/2025). (Kyle Grillot/Bloomberg)

Kembalinya Trump ke Gedung Putih & Perang Dagang

Donald Trump kembali ke Gedung Putih, setelah diambil sumpah jabatan sebagai Presiden AS ke-47 pada 20 Januari 2025. Kurang dari 24 jam kemudian, Trump langsung mengeluarkan sekitar 80 Perintah Eksekutif atau Executive Order, yang ditandatanganinya di ruang Oval Office yang kesohor itu.

Selama tahun pertama bekerja, sejumlah kebijakan Trump terbilang kontroversial dan mengguncang perkembangan ekonomi global, geopolitik, juga pergerakan harga aset-aset di pasar keuangan. Terutama kebijakan tarif impornya alias perang dagang.

Awalnya, Trump hanya melontarkan ancaman tarif agresifnya ke beberapa negara mitra dagang terbesar AS, seperti Meksiko, negara-negara Eropa, dan China.

Trump mengejutkan dunia pada awal April, dengan memberlakukan tarif baru sebesar 10% terhadap mitra dagang AS di seluruh dunia, serta bea tambahan pada sekitar 60 negara dengan defisit perdagangan terbesar dengan AS. China—yang dikenai tarif total 54%, bahkan sempat melonjak hingga 245%—menjadi target utama serangan tarif AS ini. Indonesia dipungut 32%.

Trump mulai melunak meski kukuh tak akan mencabut kebijakan tarif impornya. Dia membuka pintu bagi negara-negara yang terdampak untuk bernegosiasi hingga mencapai kesepakatan. 

Sejumlah mitra dagang AS, termasuk Indonesia, lantas mengadakan perundingan dagang agar bea masuk produknya berkurang. Pungutan RI akhirnya turun menjadi 19% pada Juli lalu. Dokumen perjanjian dagang final dijadwalkan akan dilakukan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto dan Trump akhir Januari 2026.

Yang paling disorot, hubungan dagang AS dengan China. Kedua negara sebenarnya masih dalam tensi tinggi, tetapi telah dua kali sepakat melakukan gencatan dagang. Terakhir, Trump dan Xi Jinping setuju memperpanjang gencatan tarif selama 90 hari setelah bertemu di sela-sela KTT APEC di Korea Selatan Oktober lalu.

Kecelakaan Pesawat

Sepanjang 2025, dunia penerbangan kembali mencatat sejumlah kecelakaan pesawat berdampak besar, meninggalkan duka dan pertanyaan soal keselamatan udara global.

Pada 29 Januari 2025, pesawat regional American Eagle Flight 5342 bertabrakan di udara dengan helikopter militer Black Hawk saat mendekati Bandara Reagan National, Washington DC. Seluruh 67 orang di kedua wahana udara tewas, terdiri dari 60 penumpang dan empat awak pesawat Bombardier CRJ700, serta tiga prajurit Angkatan Darat AS di helikopter latihan. 

Tragedi terbesar juga terjadi pada 12 Juni 2025, ketika Air India Flight AI171, Boeing 787-8 Dreamliner rute Ahmedabad–London Gatwick, jatuh hanya sekitar setengah menit setelah lepas landas. Pesawat membawa 242 orang, dengan hanya satu penumpang yang selamat, sementara korban jiwa bertambah akibat pesawat menghantam permukiman padat dan asrama mahasiswa kedokteran di sekitar bandara. Total korban diperkirakan mencapai sekitar 270 orang, menjadikannya salah satu kecelakaan penerbangan paling mematikan dalam satu dekade terakhir.

Di Amerika Serikat, kecelakaan lain terjadi pada 31 Januari 2025 di Philadelphia, ketika jet medis Learjet 55 jatuh dan meledak di kawasan permukiman tak lama setelah lepas landas. Insiden ini menewaskan delapan orang di dalam pesawat—termasuk pasien anak, ibu, kru medis, dan awak—serta dua warga di darat, dan melukai belasan lainnya. 

Sementara itu, di wilayah terpencil Alaska, pesawat kecil Bering Air Cessna Caravan jatuh di atas es laut pada 6 Februari 2025 saat terbang dari Unalakleet menuju Nome. Seluruh 10 orang di dalamnya tewas setelah pesawat menghilang kurang dari satu jam sejak lepas landas, dalam kondisi cuaca ekstrem yang kerap menjadi tantangan penerbangan regional di wilayah Arktik.

Dari sektor militer, Antonov An-22 milik Angkatan Udara Rusia jatuh pada 9 Desember 2025 di wilayah Ivanovo saat menjalani uji terbang pasca-perbaikan, menewaskan tujuh awak. Di Afrika, sebuah pesawat militer Sudan juga jatuh pada 26 Februari 2025 di kawasan permukiman dekat pangkalan udara Wadi Sayidna, Omdurman, menewaskan lebih dari 20 orang, termasuk personel militer dan warga sipil, meski rincian resmi korban tidak pernah diumumkan secara lengkap.

Demo Gen Z

Sejumlah massa dari Aliansi Perempuan Indonesia menggerlar demo di depan Gedung DPR, Rabu (3/9/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Gelombang demonstrasi yang dipimpin kaum muda Gen Z hampir sepanjang 2025 mengguncang berbagai negara, mulai dari Asia seperti di Bangladesh, Nepal, dan Indonesia. Di Benua Afrika, unjuk rasa besar pecah di Madagaskar dan Maroko, sementara di Amerika melanda ibu kota Peru, Lima.

Persatuan mereka yang diorganisasi melalui media sosial dalam melawan status quo di beberapa negara tersebut, bahkan mampu menggulingkan rezim.

Misalnya, demo Nepal yang meletus awal September memaksa PM KP Sharma Oli mengundurkan diri, disusul sejumlah pejabat tinggi lain. Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Sushila Karki lalu dilantik sebagai PM sementara negara Himalaya tersebut. Parlemen dibubarkan dan Pemilu akan digelar pada 5 Maret 2026 mendatang.

Ribuan anak muda tersebut turun ke jalan menuntut perubahan, keadilan sosial, transparansi hingga perombakan  pemerintah. Akarnya, mereka muak dengan kondisi negaranya yang dianggap gagal memenuhi harapan masa depan rakyat, seperti kesenjangan ekonomi, korupsi, pengangguran, pemimpin yang tak responsif bahkan represif.

Namun, demonstrasi besar-besaran tersebut juga menimbulkan duka yang dalam. Pasalnya, tak sedikit nyawa di negara-negara yang dilanda unjuk rasa itu harus terenggut atas kejadian tersebut.

Konflik Gaza

Perang di Gaza sepanjang 2025 dipenuhi dengan eskalasi besar-besaran yang meluas ke berbagai negara Arab, sebelum akhirnya Hamas dan Israel mencapai kesepakatan gencatan senjata yang gagas oleh Presiden AS Donald Trump. 

Selama pertengahan 2025, Israel melancarkan puluhan ribu serangan ke sejumlah negara, selain Gaza. Perang Dua Belas Hari (13–24 Juni 2025) meletus, di mana Israel mengebom fasilitas militer dan nuklir Iran, yang dibalas oleh Republik Islam tersebut dengan ratusan rudal balistik.

Sebulan setelahnya, Israel menyerang gedung pemerintahan di Damaskus, Suriah, termasuk markas militer dan area dekat istana presiden.

Negara Yahudi tersebut juga berulang kali menggempur ibu kota Sanaa, Yaman, termasuk serangan pada Agustus 2025 yang menewaskan PM Houthi Ahmed Al Rahawi.

Pada September lalu, Israel menembakkan serangan udara ke Doha, Qatar. Mereka berdalih menyerang markas pemimpin Hamas yang ada di sana.

Di sisi lain, total korban jiwa di Gaza hingga akhir Desember 2025 telah melampaui 70.000 orang akibat serangan Israel maupun bencana kelaparan.

Warga Palestina menyiapkan makanan gratis di dapur amal di Kota Gaza, Gaza, Senin (4/8/2025). (Ahmad Salem/Bloomberg)

Rencana perdamaian di Gaza telah lama buntu hingga pada 13 Oktober Trump bersama 20 pemimpin dunia, termasuk Presiden Prabowo Subianto, menandatangani deklarasi gencatan senjata dalam KTT Gaza di Mesir.

Gencatan dilakukan melalui dua fase. Fase 1 dimulai 10 Oktober, di mana Hamas memulangkan sisa sandera yang masih hidup dan yang tewas, sementara Israel membebaskan ratusan tahanan Palestina, serta menangguhkan serangan.

Meski gencatan senjata resmi masih berlaku, sampai akhir Desember, Israel melakukan ratusan pelanggaran, yang menewaskan lebih dari 400 warga Gaza sejak gencatan dimulai. Israel bahkan bersikeras tidak akan menarik pasukan sepenuhnya dari Gaza dan baru-baru ini menyetujui pembangunan permukiman baru di Tepi Barat, yang langsung dikecam banyak negara.

Fase 2, yang direncanakan Januari 2026, mencakup pembentukan pemerintahan baru di Gaza, pengiriman pasukan multinasional, pelucutan senjata Hamas, dan penarikan pasukan Israel secara bertahap.

Terbaru, AS dan sekutunya dikabarkan sedang mempertimbangkan untuk menggelar konferensi rekonstruksi Gaza, agar fase kedua bisa terlaksana tanpa hambatan, setelah banyak kegagalan di fase pertama.

Washington berpotensi sebagai tempat konferensi yang mungkin akan digelar pada bulan depan. Mesir juga dipertimbangkan sebagai pilihan lokasi lain. Konferensi ini diprediksi akan diadakan setelah Dewan Perdamaian terbentuk, yang akan mengawasi pemerintahan transisi Palestina.

Pemakzulan-Penangkapan Yoon Suk Yeol

Mantan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol resmi dimakzulkan pada 4 April 2025 oleh Mahkamah Konstitusi, buntut darurat militer singkatnya 3 Desember tahun lalu. Sebelumnya, parlemen setuju memakzulkan Yoon tak lama setelah dekret tersebut menggemparkan Korsel dan dunia.

Darurat militer Yoon dianggap melanggar konstitusi dan menghancurkan demokrasi karena dia mencoba membungkam lawan politiknya menggunakan militer. Setelah dimakzulkan, Yoon sempat bersembunyi di kediamannya dan dengan bantuan pengawal pribadi menghalangi aparat yang berusaha menangkapnya.

Yoon akhirnya ditangkap pada 15 Januari. Dia menjadi Presiden Korsel pertama yang ditahan saat masih menjabat (sebelum putusan final MK dibacakan). Mantan jaksa ini sempat dibebaskan Maret lalu karena alasan teknis, tetapi kembali ditahan pada Juli setelah bukti-bukti baru ditemukan.

Yoon Suk Yeol Jadi Presiden Korsel Pertama yang Ditangkap Penyidik Anti Korupsi Saat Masih Aktif (Bloomberg)

Yoon kini menghadapi tuntutan hukuman 10 tahun penjara dari jaksa penuntut karena dianggap menghalangi proses hukum dan memobilisasi pengawal pribadinya melawan penyidik.

Dia juga terancam menghadapi hukuman lebih berat, bahkan hukuman mati atau penjara seumur hidup, atas kasus penyalahgunaan wewenang terkait darurat militernya tahun lalu.

Vonis pertama dijadwalkan akan dibacakan oleh pengadilan pada 16 Januari 2026 mendatang.

Elon Musk vs Donald Trump

Perpecahan terbuka antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Elon Musk pecah ke ruang publik pada awal Juni 2025.

Konflik dipicu oleh kritik keras Musk terhadap rancangan undang-undang pajak dan pengeluaran andalan Trump, yang ia sebut sebagai “kekejian menjijikkan” dan ancaman serius bagi keuangan negara. Trump menanggapi dengan menyebut Musk “gila” dan menuduhnya marah karena pencabutan mandat kendaraan listrik, sembari mengancam akan memutus kontrak federal bagi perusahaan-perusahaan Musk.

Musk membalas dengan klaim bahwa Trump tak akan kembali ke Gedung Putih tanpa dukungannya, serta ancaman ekstrem untuk menonaktifkan wahana antariksa Dragon milik SpaceX—langkah yang berpotensi mengganggu operasi Stasiun Luar Angkasa Internasional.

Meski sempat memanas selama berbulan-bulan, ketegangan Trump–Musk mulai mereda menjelang akhir 2025. Setelah Musk kembali membagikan unggahan Trump di akun X-nya dan Trump secara terbuka menyebut Musk sebagai “orang baik”, keduanya akhirnya kembali tampil bersama di hadapan publik dalam upacara peringatan kematian Charlie Kirk pada September 2025.

Bencana Alam

Tahun 2025 menjadi salah satu periode paling menantang bagi kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan, dengan serangkaian bencana alam yang menyebabkan kerusakan besar dan banyak korban jiwa.

Gempa di Tibet (7 Januari 2025) mengguncang wilayah Tingri County, Tibet dengan magnitudo sekitar 7,1, menewaskan ratusan orang menurut laporan pemerintah dan sumber lokal, serta melukai ratusan warga di China dan wilayah perbatasan Nepal dan India utara karena rumah dan infrastruktur hancur berantakan.

Beberapa bulan kemudian, pada 28 Maret 2025, gempa besar berkekuatan 7,7 M mengguncang Myanmar bagian tengah, dengan episentrum dekat Mandalay, menyebabkan ribuan kematian dan cedera, serta kehancuran di kota-kota sekitar. Getarannya terasa hingga Bangkok, Thailand, di mana sebuah gedung tinggi yang sedang dibangun runtuh.

Tak hanya Asia Tenggara, Afghanistan juga diguncang gempa pada 3 November 2025, saat bumi di provinsi Balkh dan Samangan bergetar dengan magnitudo 6,2, menewaskan sekitar 31 orang dan melukai lebih dari seribu lainnya, sementara banyak rumah penduduk runtuh dan komunitas lokal bergulat dengan upaya pemulihan.

Selain itu, kota-kota di India merasakan dampak banjir dan tanah longsor besar sepanjang musim hujan, terutama di wilayah utara dan timur, yang memperparah kondisi kehidupan ribuan keluarga, sementara di beberapa negara tetangga hujan ekstrem dan tanah longsor menimbulkan korban jiwa dan kerugian sosial ekonomi yang signifikan.

Shutdown AS

Penutupan (shutdown) pemerintah Amerika Serikat resmi terjadi setelah Kongres gagal menyepakati anggaran pada Oktober 2026, menandai shutdown federal pertama dalam hampir tujuh tahun sekaligus yang ketiga di era Presiden Donald Trump. Akibatnya, pemerintah AS hanya menjalankan fungsi-fungsi esensial, sementara ratusan ribu pegawai negeri dirumahkan dan berbagai layanan publik terganggu. 

Dampak ekonomi langsung mulai terasa. Selain melumpuhkan layanan publik, shutdown juga menunda penerbitan data ekonomi penting, termasuk laporan ketenagakerjaan, yang dibutuhkan Bank Sentral AS (The Fed) dalam menentukan arah kebijakan suku bunga. Ketidakpastian ini menambah tekanan bagi pasar dan pelaku usaha.

Secara historis, meski sebagian dampak ekonomi dapat pulih setelah shutdown berakhir, sejumlah kerugian—seperti hilangnya output dan tertundanya aktivitas regulasi—tidak dapat sepenuhnya dikembalikan, sebagaimana tercermin pada shutdown terpanjang AS pada 2018–2019.

Shutdown ini akhirnya berakhir setelah berlangsung selama 43 hari, menjadikannya penutupan pemerintah terlama dalam sejarah Amerika Serikat. Trump menandatangani rencana undang-undang anggaran pada 12 November 2025, dan sebagian pegawai federal mulai kembali bekerja pada keesokan harinya. 

Rusia vs Ukraina

Perang Rusia dan Ukraina selama tahun 2025 makin intensif. Kedua negara saling melancarkan serangan besar menggunakan gabungan ratusan rudal dan drone yang menargetkan infrastruktur energi masing-masing.

AS dan sekutu-sekutu Eropanya menjatuhkan sanksi baru terhadap beberapa produsen energi Rusia, termasuk Rosneft dan Lukoil. Tindakan ini dilakukan untuk membawa Presiden Vladimir Putin ke meja perundingan.

AS mendorong gencatan senjata atas perang, yang akan memasuki empat tahun pada Februari 2026. Proposal perdamaian yang dirancang Trump sejauh ini masih terhambat oleh perbedaan pembagian teritorial antara Kyiv dan Washington. Juga masalah pengelolaan pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia yang direbut Rusia pada awal invasi skala penuhnya tahun 2022.

Rusia bahkan tidak menghentikan pengebomannya terhadap warga sipil di Ukraina pada malam Natal yang suci, 25 Desember. Secara keseluruhan, hampir 500 drone Moskwa ditembak jatuh di seluruh Ukraina semalam. Satu warga sipil tewas di Kharkiv dan satu orang lainnya di Chernihiv di Ukraina utara.

Kremlin sedang meninjau informasi yang disampaikan kepada Putin oleh utusannya Kirill Dmitriev, setelah berdiskusi dengan AS akhir pekan lalu di Miami. Moskwa akan memberikan respons berdasarkan keputusan Putin.

Zelenskiy dilaporkan akan melakukan perjalanan ke Florida, di mana Trump menghabiskan liburan Natal, paling cepat Minggu (28/12/2025). 

Kyiv dan Washington berupaya menyelaraskan rencana perdamaian 20 poin untuk disampaikan kepada Putin, termasuk jaminan keamanan yang kuat sesuai Pasal 5 NATO, dan program pembangunan pasca-perang global untuk Ukraina.

Meski sekutu telah menyetujui sebagian besar poin, beberapa masalah masih belum selesai, termasuk penolakan Ukraina terhadap konsesi teritorial di wilayah timur Donetsk.

Kebakaran Hong Kong

Kebakaran di kompeks Wang Fuk Court di Hong Kong (26/11/2025). (Bloomberg)

Hong Kong dilanda salah satu tragedi kebakaran permukiman paling mematikan dalam beberapa dekade terakhir setelah api melalap kompleks apartemen Wang Fuk Court di Distrik Tai Po pada 26 November 2025. Kebakaran yang bermula sekitar pukul 15.00 waktu setempat itu dengan cepat merambat dari satu gedung ke tujuh menara lainnya. 

Hingga api sebagian besar berhasil dikendalikan pada dini hari, sedikitnya 55 orang dilaporkan tewas, sementara ratusan lainnya masih dinyatakan hilang. Insiden ini tercatat sebagai kebakaran hunian paling fatal di Hong Kong sejak tragedi rumah susun pada 1962.

Otoritas Hong Kong menyebut api menyebar dengan sangat cepat dan tidak biasa, diduga dipicu material renovasi gedung yang mudah terbakar. Perancah bambu, jaring pelindung, serta lembaran plastik di bagian luar gedung diduga mempercepat rambatan api, ditambah jarak antargedung yang sangat rapat.

Sejumlah warga mengaku alarm kebakaran tidak berbunyi, sehingga banyak penghuni baru menyadari bahaya ketika asap sudah memenuhi koridor. Lebih dari 800 petugas pemadam, 140 mobil pemadam, dan puluhan ambulans dikerahkan, namun medan ekstrem dan suhu tinggi menghambat proses penyelamatan.

Tragedi ini juga menelan korban warga negara Indonesia (WNI). Kementerian Luar Negeri RI mengonfirmasi jumlah WNI yang meninggal dunia akibat kebakaran tersebut sembilan orang, sementara tiga lainnya mengalami luka-luka.

China vs Jepang

Konflik China dan Jepang bermula pada 7 November 2025, saat PM Jepang Sanae Takaichi menjawab pertanyaan di parlemen mengenai skenario Taiwan. Ia menyatakan bahwa penggunaan kekuatan militer di Selat Taiwan dapat dikategorikan sebagai “situasi yang mengancam kelangsungan hidup Jepang,” istilah hukum yang membuka jalan pengerahan Pasukan Bela Diri Jepang berdasarkan UU Keamanan 2015. 

Pernyataan ini langsung memicu kemarahan Beijing, yang menilai Tokyo telah melangkah keluar dari ambiguitas strategis dan secara terbuka mengisyaratkan kemungkinan intervensi militer.

Respons China datang cepat dan keras. Selain protes diplomatik, pernyataan bernada ancaman dari pejabat China—termasuk unggahan kontroversial konsul jenderal di Osaka—memperkeruh suasana. Beijing kemudian mengeluarkan imbauan perjalanan bagi warganya agar tidak ke Jepang, membatasi arus wisatawan, serta mengangkat isu ini ke forum internasional, termasuk PBB.

Jepang membalas dengan protes resmi, menegaskan bahwa posisinya tidak berubah dan tetap menginginkan penyelesaian damai, sembari mengirim diplomat senior ke Beijing untuk meredakan ketegangan.

Hingga akhir Desember 2025, ketegangan belum sepenuhnya surut. Perang kata-kata berlanjut, hubungan ekonomi ikut terdampak, dan kepercayaan bilateral terkikis. Takaichi baru-baru ini menegaskan bahwa pintu komunikasi dengan China tetap terbuka. Ia menyatakan bahwa tujuan Tokyo membangun hubungan yang konstruktif dan stabil dengan Beijing tetap konsisten selama dua bulan masa jabatannya.

"Sebagai negara tetangga, memang cenderung ada area yang menjadi perhatian dan tantangan, namun justru itulah mengapa komunikasi di semua tingkatan, termasuk tingkat pemimpin, menjadi sangat penting," ujar Takaichi pada hari Kamis (25/12) saat menjawab pertanyaan usai berpidato. "Kami terbuka untuk segala jenis dialog dengan China. Kami tidak menutup pintu itu."

(red)

No more pages