Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengungkapkan pada Selasa malam bahwa masih ada perbedaan pendapat antara Kyiv dan Washington, terutama mengenai isu teritorial dan pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia yang disita Rusia pada awal invasi tahun 2022. Meski demikian, Zelenskiy tetap optimis dan menyebut bahwa negosiasi telah "bergerak secara signifikan lebih dekat menuju finalisasi dokumen."
Rusia sendiri enggan mengambil risiko merenggangkan hubungan dengan Presiden AS Donald Trump dengan menolak mentah-mentah rencana tersebut. Trump menyatakan minggu ini bahwa pembicaraan berjalan "cukup baik" dan ada peluang untuk segera mencapai kesepakatan, meskipun harapan AS agar perjanjian ditandatangani sebelum Natal telah pupus.
Saat ini belum ada rencana bagi Putin untuk berbicara langsung dengan Trump, kata Peskov, seperti dikutip kantor berita Interfax.
Kekhawatiran Rusia mencakup jaminan agar aliansi militer NATO tidak lagi melakukan ekspansi ke arah timur, serta kejelasan mengenai status netral Ukraina jika negara itu bergabung dengan Uni Eropa, menurut sumber yang dekat dengan Kremlin.
Rencana tersebut juga belum memuat pembatasan yang diinginkan Rusia terhadap kekuatan militer Ukraina pascaperang, termasuk jenis persenjataan yang boleh dimiliki, kata sumber itu. Selain itu, belum ada kejelasan terkait status bahasa Rusia di Ukraina, serta kepastian mengenai pencabutan sanksi dan nasib ratusan miliar dolar aset negara Rusia yang dibekukan di Barat.
Rusia menginginkan Ukraina melepaskan wilayah di Donetsk bagian timur yang hingga kini gagal direbut sepenuhnya oleh pasukan Putin selama hampir empat tahun pertempuran. Ukraina menolak tuntutan tersebut karena khawatir penyerahan wilayah yang telah dipertahankan secara kuat itu akan membuat negara tersebut rentan terhadap serangan Rusia di masa depan.
Ukraina berupaya meyakinkan Trump agar mengusulkan penghentian perang di sepanjang garis kontak saat ini, kata Zelenskiy.
Menurut presiden Ukraina, Rusia saat ini mengisyaratkan kesediaan untuk menarik pasukannya dari wilayah Dnipropetrovsk, Mykolayiv, Sumy, dan Kharkiv. Namun, Moskow juga menuntut agar Ukraina menarik diri dari wilayah Donetsk yang masih dikuasainya, yang menurut pandangan AS sebaiknya ditetapkan sebagai zona “ekonomi bebas” atau “demiliterisasi,” kata Zelenskiy.
“Kami berada dalam situasi di mana Rusia ingin kami mundur dari wilayah Donetsk, sementara pihak Amerika mencoba mencari cara agar ini disebut ‘bukan penarikan’—karena kami menentang penarikan,” ujar Zelenskiy. Ia menambahkan, menyerahkan wilayah mana pun akan sangat sulit diterapkan oleh pemerintah di Kyiv karena melanggar hukum Ukraina dan memerlukan referendum.
Sebagai bagian dari kompromi, Zelenskiy berjanji akan menggelar pemilihan presiden “secepat mungkin” setelah gencatan senjata tercapai. Gencatan senjata tersebut akan mulai berlaku pada hari penandatanganan perjanjian damai, dengan pemantauan oleh mediator internasional.
Ukraina akan diizinkan mempertahankan kekuatan militer masa damai hingga 800.000 personel, dan setiap pelanggaran gencatan senjata oleh Rusia akan memicu jaminan keamanan dari Amerika Serikat, kata Zelenskiy.
Menurut Zelenskiy, Ukraina juga telah memperoleh dukungan AS untuk penetapan tenggat waktu yang jelas dalam proses bergabung dengan Uni Eropa, komitmen pendanaan rekonstruksi pascaperang senilai ratusan miliar dolar, serta perjanjian baru dengan Rusia untuk melindungi perdagangan sungai dan laut Ukraina.
Terkait keanggotaan Ukraina di Uni Eropa, Zelenskiy mengatakan bahwa saat ini waktu aksesi masih menjadi pembahasan bilateral antara Amerika Serikat dan Ukraina, tanpa konfirmasi resmi dari pihak Eropa.
(bbn)





























