Ia juga menyoroti ketidakpuasan kaum buruh yang meminta penghitungan menggunakan Alfa 0,9. Kata Bob, hal tersebut bisa saja dilakukan tetapi buruh harus mengajukan skema bipartite ke perusahaan masing-masing agar mendapatkan upah yang diinginkan.
Bipartite sendiri merupakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara langsung antara pekerja/serikat pekerja dan pengusaha melalui perundingan musyawarah, tanpa pihak ketiga, sebagai tahap awal wajib sebelum ke mediasi atau arbitrase, yang tujuannya mencapai kesepakatan damai
“Silakan kalau perusahaan yang mampu, bipartite saja. Jadi jangan dipaksakan. Toh, akhirnya malah efisiensi karyawan atau malah tutup perusahaannya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan, ada beberapa alasan penolakan buruh meski terjadi kenaikan sebesar 6,17% atau sekitar Rp333.115 dari tahun sebelumnya.
"KSPI dan Partai Buruh, bersama aliansi serikat pekerja se-DKI Jakarta menolak kenaikan upah minimum DKI yang menggunakan indeks tertentu 0,75," kata Said Iqbal dalam konferensi pers, dikutip Kamis (25/12/2025).
Ia menjelaskan, ketidaksesuaian antara UMP yang ditetapkan dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) riil di Jakarta menjadi alasan utama. Berdasarkan hitungan serikat buruh, standar KHL di Jakarta saat ini seharusnya berada di angka Rp5,89 juta per bulan.
Dengan penetapan UMP di angka Rp5,73 juta, terdapat selisih kekurangan sekitar Rp160 ribu yang harus ditanggung oleh buruh setiap bulannya agar tetap bisa hidup layak.
(mef/del)


























