Logo Bloomberg Technoz

Akibatnya omzet turun hingga 50% bahkan diklaim turun jatuh dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya, tabungan perusahaan habis untuk bertahan selama pandemi. 

Meski pandemi telah berakhir dan permintaan mulai pulih, ia menyebut tantangan baru muncul dari membanjirnya barang impor, maraknya pakaian bekas (thrifting), serta lesunya industri konveksi yang selama ini menjadi pelanggan utama. Akibatnya, daya saing harga produk tekstil lokal semakin tertekan.

"Kita mau jualan nggak bisa jualan karena harganya tidak masuk. Segala permasalahan tekstil yang di berita-berita sudah banyak diberitakan," ungkapnya. 

Ia mengungkapkan, perusahaan sebenarnya telah mulai menerima kembali job order, terutama menjelang momentum Lebaran. Namun keterbatasan modal kerja membuat produksi tidak dapat dijalankan secara optimal.

"Tapi pabrik kita enggak bisa beli benang, kita cuma bisa beli benang 30 atau 40% dari total order. Gitu, jadi ini adalah suatu masalah karena cepat atau lambat kita mesti udahan kalau seperti ini terus keadaannya," jelasnya. 

Melissa menambahkan, sekitar 80% penjualan perusahaan masih mengandalkan pasar domestik, sementara ekspor hanya sekitar 20% dan terus menurun akibat konflik global dan melonjaknya biaya logistik. Bahkan ia menyebut harga kontainer saat ini bisa lebih mahal, dibandingkan isi kontainernya sendiri. 

Ia menilai, jika kondisi pembiayaan ini terus berlanjut, keberlangsungan industri tekstil nasional Indonesia bisa terancam.

(ain)

No more pages