Syafruddin menjelaskan jika DME membutuhkan subsidi Rp12.000/kg untuk menutup selisih biaya, total kebutuhan subsidi mencapai sekitar Rp98 triliun/tahun, atau bertambah sekitar Rp8—Rp11 triliun dibandingkan dengan anggaran LPG saat ini di kisaran Rp87—Rp90 triliun.
Jika kebutuhan subsidi meningkat menjadi Rp15.000/kg, total subsidi melonjak ke sekitar Rp123 triliun/tahun, dengan tambahan beban anggaran sekitar Rp33—Rp36 triliun dari besaran subsidi saat ini.
Bahkan, lanjut Syafruddin, jika subsidi untuk produk DME dibutuhkan mencapai Rp18.000/kg, total kebutuhan anggaran bisa mencapai sekitar Rp147 triliun, atau bertambah sekitar Rp57—Rp60 triliun dari total dana subsidi Gas Melon saat ini.
Adapun, Syafruddin menyatakan subsidi LPG 3 Kg ditetapkan sekitar Rp10.000/kg atau mencapai Rp30.000/tabung.
“Angka-angka ini memberi pesan jelas: keputusan melanjutkan DME wajib berbasis perhitungan biaya total dan disiplin penargetan, karena selisih kecil per kilogram segera berubah menjadi puluhan triliun pada skala nasional,” ungkap Syafruddin.
Sulit Ganti LPG
Dengan demikian, dia memandang proyek DME dari gasifikasi batu bara akan sulit dijalankan oleh pemerintah, apalagi jika sampai harus menyubtitusi impor LPG yang selama ini dilakukan pemerintah.
Syafruddin memprediksi DME hanya akan menjadi pelengkap dari LPG, tetapi tidak bisa sampai menggantikannya.
Dia memandang DME dari gasifikasi batu bara masih menghadapi persoalan keekonomian karena proyeknya padat modal, membutuhkan pasokan batu bara berkelanjutan, mengandung risiko teknologi, serta memerlukan struktur kontrak jangka panjang agar pabrik beroperasi penuh.
“Selama biaya per satuan energi DME belum bisa menyaingi LPG dan sistem distribusinya belum mampu menjaga harga ritel tetap stabil, DME lebih realistis diposisikan sebagai pelengkap terbatas, bukan pengganti penuh, sampai pemerintah membuktikan biaya totalnya turun dan rantai pasoknya tertib,” ungkap dia.
Untuk diketahui, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya memaparkan harga keekonomian LPG 3 Kg senilai Rp42.750/tabung.
Nominal tersebut berada jauh di atas harga yang diterima masyarakat setelah kedua komoditas energi tersebut ditopang oleh anggaran kompensasi dan subsidi oleh pemerintah.
Untuk LPG 3 Kg, kata Purbaya, negara melalui APBN menanggung beban subsidi sebesar 70% atau setara Rp30.000/tabung, sehingga harga jual eceran yang diterima masyarakat bisa ditekan ke level Rp12.750/liter.
Pada tahun lalu, serapan subsidi untuk Gas Melon mencapai Rp80,2 triliun dengan jumlah penerima manfaat sekitar 41,5 juta pelanggan.
Sementara itu, alokasi subsidi LPG dalam APBN 2025 adalah Rp87,6 triliun, lebih tinggi dari pagu tahun sebelumnya senilai Rp85,6 triliun.
Adapun, Kementerian ESDM membeberkan konsumsi LPG 3 Kg bakal melebar ke level 8,5 juta ton, terpaut dari kuota yang ditetapkan dalam APBN 2025 sebesar 8,17 juta ton.
Sekadar informasi, Kementerian ESDM memberikan sinyal akan mengalihkan subsidi LPG ke DME untuk membuat harga jual pengganti gas minyak cair tersebut lebih ekonomis.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyatakan kementeriannya sedang memperhitungkan harga pokok penjualan (HPP) produk DME.
Dia memastikan jika DME memerlukan subsidi, anggarannya akan berasal dari peralihan dana subsidi LPG 3 Kg.
“Jadi kita lagi memperhitungkan berapa HPP untuk DME kalau memang ada subsidi itu kan juga merupakan pengalihan subsidi dari untuk LPG yang ada saat ini,” kata Yuliot ditemui awak media, di kantor Kementerian ESDM, Jumat (12/12/2025).
(azr/wdh)





























