Hal ini mengakibatkan alokasi impor pada dokumen PI lebih besar dari alokasi impor yang sesuai dengan Pertek yang dikeluarkan oleh kementerian perindustrian.
“Akibatnya, terdapat realisasi impor yang tidak didukung Pertek sebesar 83,61 ribu TNE dengan nilai kepabeanan sebesar Rp894,94 miliar,” sebut temuan BPK baru-baru ini.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Perdagangan untuk memberikan pembinaan kepada Tim Pemroses dan untuk selanjutnya lebih cermat dalam memeriksa dokumen persyaratan dan alokasi impor berdasarkan Pertek.
Sebagai pengingat, BPK mengatakan bahwa perizinan berusaha di bidang impor diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor beserta peraturan perubahannya.
Kegiatan penerbitan perizinan berusaha di bidang impor dimulai dari pengajuan dokumen persyaratan melalui aplikasi SINSW yang telah terintegrasi dengan data pada Kementerian dan Lembaga, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak.
Kementerian Perdagangan kemudian memproses lebih lanjut pengajuan tersebut dan menerbitkan dokumen perizinan impor melalui Sistem Pelayanan Terpadu Perdagangan (INATRADE).
(ain)






























