"Nah ini yang menjadi sorotan bagi kita, supaya investasi yang masuk itu bisa menyerap tenaga kerja, terutama di sektor-sektor yang pendidikan menengah ke atas," tutur Bob.
Tak hanya itu, lanjut dia, terdapat tantangan lainnya di dunia ketenagakerjaan pada 2026 yakni sektor informal masih mendominasi daripada formal. Meskipun angka pengangguran terbuka (TPT) menunjukkan tren positif seperti turun dari 5,32% pada Agustus 2023 menjadi 4,76% per Februari tahun ini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
"Namun persoalan kita masih banyaknya sektor informal itu hampir 60%, 40% adalah sektor formalnya," terang Bob.
Menurut dia, kondisi tersebut kemungkinan tak lepas dari adanya kontribusi pertumbuhan sektor manufaktur yang lebih lambat daripada pertumbuhan ekonomi nasional. Padahal sektor tersebut dapat menciptakan jumlah pekerja formal lebih banyak dibandingkan sektor lainnya, dengan total tenaga kerja formal sekitar 60% di sektor manufaktur.
"Kita liat bahwa pada tahun 2013, itu setiap investasi 1 triliun [rupiah], bisa menyerap [sekitar] 4.500 tenaga kerja, tapi saat ini 2025 turun, hanya menyerap 1.364 pekerja," tutur Bob.
"Jadi, menandakan bahwa struktur investasi semakin mengarah ke padat modal dan melemahkan employment multiplier effect (efek berganda lapangan kerja). Tantangan ini juga diperparah dengan kualitas tenaga kerja kita yang didominasi oleh pendidikan dasar sekitar 30%," pungkas dia.
(ain)

































