Wolfango Piccoli, salah satu presiden firma konsultan Teneo, menilai bahwa “dakwaan ini bisa berdampak politik dan kelembagaan yang luas, termasuk kemungkinan penunjukan wali kota sementara oleh pemerintah pusat untuk menggantikan Imamoglu.”
Tokoh oposisi dari Partai Rakyat Republik (CHP) itu kini menghadapi ancaman hukuman kumulatif antara 828 hingga 2.352 tahun penjara, serta kemungkinan penyelidikan Mahkamah Agung terhadap dugaan keterlibatan partainya dalam kejahatan yang dituduhkan. Ia juga masih menghadapi beberapa kasus lain yang berpotensi menggagalkan karier politiknya.
Penangkapan Imamoglu menuai kecaman dari organisasi hak asasi manusia internasional dan lembaga pengawas demokrasi. Namun, Imamoglu sendiri mengkritik pemimpin Barat karena sikap diam mereka, menuding mereka lebih mementingkan kepentingan geopolitik daripada nilai demokrasi.
Tekanan terhadap oposisi di Turki meningkat tajam sepanjang tahun ini. Sejumlah pemerintahan lokal yang dipimpin oposisi terus menghadapi penyelidikan bertubi-tubi, sementara ratusan pejabat telah ditahan atas tuduhan korupsi setelah kemenangan oposisi dalam pemilu lokal 2024.
Imamoglu mulai dikenal luas sejak berhasil mengalahkan Partai AK pimpinan Erdogan di Istanbul pada 2019, yang menjadi kekalahan elektoral pertama bagi Erdogan dalam dua dekade terakhir. Sejak saat itu, Imamoglu menjadi simbol kekuatan oposisi sekaligus sasaran berbagai tuntutan hukum.
Masalah hukumnya kian rumit setelah Universitas Istanbul secara retroaktif mencabut ijazahnya pada Maret lalu, yang otomatis membuatnya kehilangan syarat administratif untuk maju sebagai calon presiden. Pada Agustus, Imamoglu menyatakan bahwa ia bersedia mendukung calon lain jika akhirnya dilarang ikut dalam pemilihan, menandakan bahwa ia tengah mempersiapkan diri untuk pertempuran hukum yang panjang.
(bbn)































