Logo Bloomberg Technoz

John juga memastikan rencana pembentukan perusahaan patungan atau joint venture (JV) antara PNRE dan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) dalam progres.

Kerja sama tersebut merupakan bagian dari strategi PNRE fokus terhadap pengembangan bioetanol multi feedstock dan multi teknologi. 

“[Rencana investasi] yang dengan Toyota adalah teknologi 2G [bioetanol generasi kedua yang terbuat dari] feedstock dari limbah perkebunan. ⁠⁠PNRE paralel kembangkan yang 1G dari aren, tebu, singkong, jagung, dan sorgum,” tuturnya. 

Adapun, Toyota Motor Corp. berencana mengguyur investasi di sektor industri bioetanol dengan kapasitas produksi sebesar 60.000 kiloliter (kl) per tahun dan nilai investasi sekitar Rp2,5 triliun.

Pengembangan ekosistem bioetanol di Indonesia tersebut sejalan dengan rencana pemerintah untuk menerapkan mandatori E10 setidaknya pada 2027.

Rencana investasi tersebut diungkapkan oleh Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu, di sela kunjungannya ke Jepang pekan lalu.

Dia mengelaborasi saat ini kebutuhan bahan bakar di dalam negeri mencapai lebih dari 40 juta kl per tahun. Dengan mandatori E10, lanjutnya, setidaknya Indonesia membutuhkan sekitar 4 juta kl bioetanol pada 2027.

Berdasarkan Roadmap Hilirisasi Investasi Strategis yang dimiliki Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, lanjut Todotua, sejumlah wilayah seperti Lampung telah disiapkan untuk menjadi sentra pengembangan industri bioetanol.

Proyek percontohan bioetanol tersebut akan memanfaatkan bahan baku dari tebu, singkong, dan sorgum.

“Sebagai pioneer project, tadi sudah didiskusikan akan bekerjasama dengan Pertamina NRE di Lampung, untuk bahan bakunya juga tidak hanya dari perusahaan, tetapi juga melibatkan petani dan koperasi tani setempat sehingga juga dapat menggerakan perekonomian di daerah, nantinya untuk suplai energi juga diintegrasikan dengan plant geothermal dan hidrogen milik Pertamina” jelas Todotua.

Berdasarkan perhitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kebutuhan bioetanol untuk menjalankan program mandatori E10 itu sekitar 1,2 juta kiloliter (kl).

Sementara itu, saat ini sudah terdapat BBM dengan campuran etanol 5% yang dijual oleh PT Pertamina (Persero) dengan nama dagang Pertamax Green 95. Pertamina melaporkan konsumsi Pertamax Green 95 hingga kini tercatat sekitar 100—110 kl setiap bulannya.

Di sisi lain, pemerintah sebelumnya juga menyiapkan lahan khusus di Merauke, Papua Selatan untuk keperluan swasembada gula dan bioetanol.

Kementerian ESDM menargetkan pabrik pengolahan tebu di Merauke dapat memproduksi etanol sebanyak 150.000—300.000 kl per tahun.

Pemerintah sebelumnya menargetkan pembangunan pabrik pengolahan tebu itu rampung pada 2027. Rencanannya, pabrik itu akan mengolah tebu dari lahan seluas 2 juta ha yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Kebun Tebu di Distrik Jagebob, Merauke.

“Untuk di Merauke, ini untuk bioetanol, ini kan juga sudah dilakukan, ini proses untuk penanaman oleh [mantan] Presiden Jokowi tempo hari dan juga ini untuk pembangunan pabrik diharapkan bisa selesai pada 2027. Ini sudah berproses,” kata Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung kepada awak media di Jakarta Selatan, Selasa (23/9/2025).

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sempat membeberkan pembukaan lahan tebu baru di Merauke bakal menarik investasi 5 pabrik gula anyar.

Adapun, pembukaan lahan 2 juta ha lahan tersebut sesuai dengan penugasan yang termaktub di dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 15/2024 tentang Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.

(mfd/wdh)

No more pages