Ia mengingatkan, penerapan yang tergesa-gesa justru berpotensi menimbulkan dampak inflatoir apabila pemerintah belum siap secara teknis, seperti dalam pengaturan harga dan penyesuaian sistem transaksi.
"Kalau harga Rp280 dibulatkan Rp300, maka inflatoirnya yang terjadi. Itu yang paling sangat mengganggu pikiran kami di badan anggaran."
Lebih lanjut, Said menyebutkan bahwa wacana redenominasi memang sudah tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025-2029, namun belum menjadi prioritas legislasi tahun 2025-2026. Ia juga mengonfirmasi, pemerintah kemungkinan akan mulai memprosesnya pada 2027, dengan catatan telah dilakukan sosialisasi dan persiapan yang matang.
Selain itu, politsi PDI Perjuangan itu juga menegaskan pentingnya edukasi publik agar masyarakat tidak salah paham antara redenominasi dengan sanering atau pemotongan nilai uang.
Meski belum mendesak untuk dilakukan saat ini, Said menilai kebijakan redenominasi tetap memiliki manfaat jangka panjang, terutama dalam menjaga wibawa dan kedaulatan rupiah. Ia juga menegaskan, redenominasi tidak akan berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, karena tujuannya bukan memperkuat nilai mata uang, melainkan memperbaiki efisiensi dan citra rupiah.
"Redenominasi itu pada akhirnya kita menjaga wibawa rupiah, kedaulatan rupiah kita saja," jelasnya.
(lav)































