Presiden Donald Trump sebelumnya mengklaim China akan membeli kedelai AS dalam jumlah yang "luar biasa," setelah bertemu Xi Jinping untuk mencapai kesepakatan dagang yang lebih luas. Dia mengatakan China akan segera mulai membeli, tetapi tidak membeberkan detail tambahan.
Trump kemudian menulis dalam unggahan media sosial bahwa "para petani harus segera keluar dan membeli lebih banyak lahan dan traktor yang lebih besar."
Rincian komitmen perdagangan China ini menjadi kabar baik bagi petani—kelompok pemilih utama bagi Trump dan Partai Republik—yang telah bergulat dengan silo yang penuh sesak, sedangkan keuntungan mereka tertekan oleh biaya input yang lebih tinggi dan harga yang turun.
"Saya pikir saya tidak bisa cukup menekankan betapa pentingnya hal ini bagi petani karena kami telah menunggu dan menunggu dan menunggu, dan ini secercah harapan—jadi jangan hancurkan harapan saya lagi," kata petani Iowa, Pam Johnson. Ia mengenang masa-masa krisis pertanian tahun 1980-an, saat orang tua menasihati anak-anak mereka untuk keluar dari industri ini karena kurangnya peluang.
Beijing sejauh ini menghindari kedelai AS pada musim ekspor ini, menggunakan komoditas tersebut sebagai alat tawar-menawar dalam perang dagangnya dengan Washington. Perjanjian ini membuka jalan bagi pemulihan perdagangan bernilai lebih dari US$12 miliar tahun lalu. Kedelai merupakan ekspor pertanian terbesar AS dan China menjadi tujuan utamanya.
"Ini progres penting untuk memulihkan hubungan perdagangan yang stabil dan jangka panjang yang memberi manfaat bagi keluarga petani dan generasi mendatang," ujar Caleb Ragland, Presiden Asosiasi Kedelai Amerika (ASA), dalam pernyataannya.
Meski memberikan sedikit ketenangan bagi para petani, perjanjian ini juga memperjelas batasan ekspor AS ke China.
Komitmen sebesar 12 juta ton untuk musim ini merupakan "penurunan yang cukup signifikan dari sudut pandang historis," kata Brian Grete, analis senior komoditas biji-bijian dan ternak di Commstock. Dalam jangka panjang, pembelian 25 juta ton per tahun pada dasarnya akan "kembali normal," imbuhnya.
Menurut data Departemen Pertanian, tahun lalu, AS mengekspor sekitar 27 juta ton ke China. Komitmen ini lebih rendah dibandingkan hasil perang dagang selama masa jabatan pertama Trump—setelah perjanjian Fase Satu pada tahun 2020, pengiriman ke China pulih menjadi 34,2 juta ton.
China, pembeli biji-bijian terbesar di dunia yang sebagian besar digunakan untuk pakan babi dan ayam, secara drastis mengurangi ketergantungannya pada pasokan tanaman AS sejak perang dagang pertama Trump. Negara ini lebih mengandalkan produsen utama Brasil untuk memenuhi kebutuhannya.
Pada saat yang sama, minat China terhadap kedelai AS mungkin akan berkurang karena ekonomi terbesar kedua di dunia ini kesulitan untuk memulihkan momentum pertumbuhannya, sehingga membatasi permintaan pakan ternak dan makanan.
ASA menekankan bahwa komitmen kali ini dibingkai sebagai batas minimum, dan menyatakan harapan untuk pertumbuhan pembelian di atas level tersebut.
Petani Nebraska, Andrew Philips, merasa optimistis tetapi tetap hati-hati. Dia merasa terhibur atas reli harga kedelai baru-baru ini akibat meningkatnya ekspektasi kesepakatan dagang. "Masih jauh dari angka keuntungan, tetapi sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya," ujarnya.
April Hemmes, petani di Iowa, mengatakan ponselnya terus berdering berisi pesan teks saat dia mengobrol dengan orang lain tentang detail kesepakatan AS-China. Ia memandang komitmen tersebut tidak akan mendorongnya untuk membeli tanah dan traktor.
"Harga komoditas kami belum mampu mengimbangi inflasi biaya input kami," jelasnya. "Itulah pertarungan sesungguhnya yang sedang kami hadapi di sini."
(bbn)






























