Sikap menteri keuangan baru ini akan menjadi indikator penting bagi arah kebijakan ekonomi di bawah Takaichi, di tengah kekhawatiran pasar bahwa ia mungkin akan meningkatkan belanja negara dan memperlambat laju kenaikan suku bunga Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/BOJ).
Katayama menghabiskan sekitar dua dekade di Kementerian Keuangan sebelum terjun ke dunia politik. Selama 23 tahun masa baktinya di kementerian itu, ia menjadi perempuan pertama yang menduduki sejumlah posisi strategis, termasuk di biro anggaran yang berpengaruh.
Meski begitu, ia dikenal sebagai pendukung kebijakan fiskal ekspansif, yang kerap berseberangan dengan pandangan Kementerian Keuangan yang lebih berhati-hati dan berorientasi pada konsolidasi fiskal. Tahun lalu, sebuah panel LDP yang ia ikuti menyatakan bahwa penerbitan obligasi negara seharusnya dipandang sebagai investasi masa depan, bukan sekadar utang. Dalam wawancara dengan Sankei Shimbun pada Juni, Katayama bahkan menyebut bahwa tarif pajak saat ini bukanlah “hukum yang tak dapat diubah,” mengisyaratkan kemungkinan pemangkasan pajak.
Jika penunjukan ini dikonfirmasi, Katayama akan langsung dihadapkan pada sejumlah tantangan, salah satunya menyusun anggaran tambahan untuk mendanai langkah-langkah stimulus ekonomi guna membantu rumah tangga dan dunia usaha. Paket stimulus tersebut diperkirakan akan membengkak karena tekanan dari berbagai pihak, termasuk mitra baru koalisi LDP.
Lahir pada 1959 dari ayah yang berprofesi sebagai ahli matematika dan profesor universitas, Katayama lulus dari Universitas Tokyo sebelum mengabdi selama sekitar dua dekade di Kementerian Keuangan. Ia memenangkan kursi pertamanya di parlemen pada 2005 di bawah pemerintahan reformis Perdana Menteri Junichiro Koizumi, dan termasuk dalam kelompok yang dikenal sebagai “Anak-anak Koizumi” — 83 anggota parlemen baru yang saat itu berhasil masuk parlemen.
Sejak saat itu, Katayama pernah menjabat sebagai Sekretaris Parlemen di Kementerian Ekonomi, kemudian menjadi Menteri Revitalisasi Regional di kabinet Shinzo Abe, serta memegang berbagai posisi penting di dalam partai.
Jika resmi diangkat, Katayama akan memecahkan satu lagi “plafon kaca” di dunia politik Jepang. Namun, pandangan konservatifnya membuat ia tetap jauh dari gagasan feminisme progresif — sama seperti Takaichi, calon perdana menteri perempuan pertama Jepang. Katayama menyebut dirinya “konservatif berakal sehat”, menolak usulan agar pasangan menikah dapat menggunakan nama keluarga yang berbeda, serta menentang legalisasi pernikahan sesama jenis.
(bbn)































