“Kemungkinan [kenaikkan] selalu ada. Cuma kalau saya ngomong sekarang kan saya salah. Saya kan belum ngitung,” tegas dia.
Di sisi lain, Laode juga membantah Kementerian ESDM membatasi kenaikan impor BBM untuk SPBU swasta hanya sebesar 10% tahun ini. Dia beralasan kenaikkan impor BBM tersebut diputuskan dengan mempertimbangkan penjualan di SPBU swasta pada tahun lalu.
Selain itu, dia juga mengulang kembali pernyataannya yang sudah sering dinyatakan yakni SPBU swasta dapat membeli BBM dari PT Pertamina (Persero) yang masih memiliki sisa kuota impor BBM pada tahun ini.
“Kita belum meng-announce masalah seperti itu [impor BBM dibatasi naik 10%],” klaim Laode.
“Cukupnya [tambahan 10%] perbandingan dari 2024, shifting itu kan baru terjadi sekarang. Makanya, kita ambil kebijakan-kebijakan situasional, kondisional,” ucap dia.
Sebelumnya, PT Shell Indonesia mengungkapkan perseroan baru menerima surat resmi pembatasan kuota impor bahan bakar minyak (BBM) pada 17 Juli 2025, sebagai balasan dari permintaan tambahan impor yang diajukan Shell pada Juni 2025.
President Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia Ingrid Siburian menjelaskan surat resmi tersebut dikirimkan atas nama Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung dan menyatakan bahwa rekomendasi kuota impor BBM untuk 2025 dibatasi kenaikannya menjadi hanya 10% dari kuota tahun sebelumnya.
“Sebagai langkah antisipatif terhadap potensi kelangkaan ini, sejak Juni kami sudah mengajukan permohonan kuota impor tambahan, karena memang kami melihat terjadi kenaikan permintaan berdasarkan dari permintaan konsumen kepada kami,” kata Ingrid dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama komisi XII DPR, Rabu (1/10/2025).
“Namun, kami baru menerima tanggapan resmi melalui surat dari Bapak Wakil Menteri ESDM itu tertanggal 17 Juli 2025, yang menyampaikan adanya pembatasan terhadap kegiatan impor. Jadi terkait dengan adanya pembatasan importasi,” tegasnya.
Adapun, pemerintah mempersingkat durasi izin impor BBM oleh BU swasta menjadi 6 bulan dari biasanya 1 tahunan. Dalam durasi yang singkat tersebut, SPBU swasta diberi kuota impor periode 2025 sebanyak 10% lebih banyak dari realisasi tahun lalu.
Dalam perkembangannya, saat realisasi impor telah terpenuhi lebih cepat akibat tingginya permintaan BBM di SPBU swasta, Kementerian ESDM menolak untuk memberikan tambahan rekomendasi kuota impor, sehingga menyebabkan gangguan pasok di hampir seluruh jaringan SPBU swasta.
Sebagai jalan tengah, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengambil kebijakan agar pemenuhan kebutuhan BBM untuk SPBU swasta akan dilakukan oleh Pertamina melalui impor dalam format base fuel, atau BBM dasaran tanpa ada campuran bahan aditif.
Terpisah, Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Pertamina Roberth Dumatubun mengonfirmasi impor base fuel tahap kedua dengan volume sebanyak 100.000 barel kembali tidak dibeli pengelola jaringan SPBU swasta.
"Belum ada sampai saat ini follow up kesepakatan," ujar Roberth saat dimintai konfirmasi, Sabtu (4/10/2025).
Roberth mengatakan kapal kargo kedua yang didatangkan oleh Pertamina dan tiba di Indonesia pada Kamis (2/10/2025) tersebut lagi-lagi akan dimanfaatkan oleh Pertamina untuk operasi SPBU milik perusahaan migas pelat merah itu.
"Maka kargo yang datang adalah kargo reguler Pertamina dan digunakan Pertamina untuk pemenuhan konsumen pengguna produk Pertamina," tegasnya.
Sekadar catatan, pada Rabu (24/9/2025), Pertamina juga telah mendatangkan kargo base fuel tahap pertama sejumlah 100.000 barel. Pengadaan tersebut ditujukan untuk menambal kebutuhan BBM jenis bensin dari operator SPBU swasta yang tengah mengalami kekosongan.
Dengan demikian, dua tahapan impor base fuel yang semestinya ditujukan untuk menambal kebutuhan bahan baku BBM SPBU swasta lagi-lagi tidak mencapai kesepakatan business to business (B2B), dengan total volume mencapai 200.000 barel.
Upaya impor base fuel yang dilakukan Pertamina berujung penolakan operator SPBU swasta dengan berbagai alasan; mulai dari ditolak Vivo akibat adanya kandungan etanol 3,5% hingga disoal BP-AKR imbas ketiadaan dokumen certificate of origin.
Adapun, lima operator SPBU swasta yang terlibat dalam proses negosiasi B2B dengan Pertamina a.l. PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), PT Vivo Energy Indonesia (Vivo), PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (Mobil), PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA), dan PT Shell Indonesia (Shell).
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter (kl) untuk 2025. Terkait itu, Kementerian ESDM sebelumnya telah memastikan bahwa pasokan BBM Pertamina mencukupi untuk menyuplai kebutuhan operator SPBU swasta.
Sementara itu, Pertamina Patra Niaga menyebut operator SPBU swasta membutuhkan tambahan pasokan BBM dengan RON 92 sebanyak 1,2 juta barel base fuel, serta RON 98 sejumlah 270.000 barel base fuel untuk mencukupi kebutuhan hingga akhir tahun ini.
(azr/wdh)































